Rememorial - Tempat itu

on Selasa, 08 Oktober 2013


Tidak ada yang dapat ku pandang selain hijau. Seakan aku hidup di tempat yang jauh dari peradaban, jauh dari jangkauan manusia yang lalu lalang.
Jalan depan pun masih tergeronjal bongkah batu yang dihancurkan stom-stom besar, serta beberapa lubang yang meninggalkan genangan saat deras hujan datang dan selanjutnya akan terdengan kecipak dari ban mobil yang melaju pelan.

Ia, dengan gagah perkasa berjalan, tergesa, ingin cepat sampai, entah kemana. Dengan tatapan semenyala elang, kepal tangan sekuat godam, tangguh luar biasa.
Berjalan secepat ia bisa, namun laju mobil pelan pun tetap mampu membalabnya, hanya, ia tidak peduli.
Setiap hari selama 3 tahu, adegan itu senantiasa berulang, pagi dan menjelang petang. Alas kaki yang sama, tas gendong yang sama, baju putih biru yang sama. Dan jiwa yang sama.

Setelah sekian tahun berlalu, memori 3 tahun itu melulu muncul mengganggu rutinitas kini. Seakan ingin kembali dan menghapusnya bersih tanpa bekas samar-samar.
Setelah sekian banyak adegan terjadi, benci masih melekat diemosi, agaknya sulit memberi secuil maaf atas masa yang pengulangannya tak mungkin terjadi.
Setelah sekian tahun terlalui, aku baru saja menyadari, paham benar bahwa 3 tahun di tempat itu memberi banyak pengaruh pada hidup sekarang.

Kamu yang dulu sama bukan apa-apa sepertiku, sekarang menjadi buah pembicaraan bibir orang-orang.
Kamu yang sejak awal memiliki kepercayaan diri tinggi, sekarang terbang di atas awan, menikmati kejayaan
Kamu yang pekerja keras, tidak membenci setiap adegan yang terjadi di tempat itu, menerima penuh lapang dada, sekarang mengunduh jerih payahmu
Kamu yang terobsesi dengan cita, sekarang, selamat kau mendekati nyata akan citamu dulu.

3 tahun berlalu, dan pada tahun-tahun setelahnya banyak adegan terjadi. Namun masih, secuil pemaafan sulit kuberikan.
Meski begitu aku sadar, selama tidak ada damai dengan masa lalu, tidak akan ada masa depan yang kelihatan menyenangkan. Senantiasa terngiang, dan menjadikan bayangan akan kepedihan.
Melulu umpat, caci dan benci tanpa syukur yang terpanjat pada Sang Pemilik Nikmat. Sedang Ia, akan melipat banyakkan nimkat setiap hamba yang bersyukur atas pemberian-Nya. Termasuk 3 tahun itu, ia adalah nikmat terbesar yang dilalaikan karena keangkuhan untuk memafkan, keengganan untuk berdamai dengan kepahitan.

Masa lalu, sebuah kemustahilan pengulangan. 


witen by @niahaji

0 komentar:

Posting Komentar