Tidak ada yang dapat ku pandang
selain hijau. Seakan aku hidup di tempat yang jauh dari peradaban, jauh dari
jangkauan manusia yang lalu lalang.
Jalan depan pun masih tergeronjal
bongkah batu yang dihancurkan stom-stom besar, serta beberapa lubang yang
meninggalkan genangan saat deras hujan datang dan selanjutnya akan terdengan
kecipak dari ban mobil yang melaju pelan.
Ia, dengan gagah perkasa
berjalan, tergesa, ingin cepat sampai, entah kemana. Dengan tatapan semenyala
elang, kepal tangan sekuat godam, tangguh luar biasa.
Berjalan secepat ia bisa, namun
laju mobil pelan pun tetap mampu membalabnya, hanya, ia tidak peduli.
Setiap hari selama 3 tahu, adegan
itu senantiasa berulang, pagi dan menjelang petang. Alas kaki yang sama, tas
gendong yang sama, baju putih biru yang sama. Dan jiwa yang sama.
Setelah sekian tahun berlalu,
memori 3 tahun itu melulu muncul mengganggu rutinitas kini. Seakan ingin
kembali dan menghapusnya bersih tanpa bekas samar-samar.
Setelah sekian banyak adegan
terjadi, benci masih melekat diemosi, agaknya sulit memberi secuil maaf atas
masa yang pengulangannya tak mungkin terjadi.
Setelah sekian tahun terlalui,
aku baru saja menyadari, paham benar bahwa 3 tahun di tempat itu memberi banyak
pengaruh pada hidup sekarang.
Kamu yang dulu sama bukan apa-apa
sepertiku, sekarang menjadi buah pembicaraan bibir orang-orang.
Kamu yang sejak awal memiliki
kepercayaan diri tinggi, sekarang terbang di atas awan, menikmati kejayaan
Kamu yang pekerja keras, tidak
membenci setiap adegan yang terjadi di tempat itu, menerima penuh lapang dada,
sekarang mengunduh jerih payahmu
Kamu yang terobsesi dengan cita,
sekarang, selamat kau mendekati nyata akan citamu dulu.
3 tahun berlalu, dan pada
tahun-tahun setelahnya banyak adegan terjadi. Namun masih, secuil pemaafan
sulit kuberikan.
Meski begitu aku sadar, selama tidak ada damai dengan masa lalu, tidak akan ada
masa depan yang kelihatan menyenangkan. Senantiasa terngiang, dan menjadikan
bayangan akan kepedihan.
Melulu umpat, caci dan benci
tanpa syukur yang terpanjat pada Sang Pemilik Nikmat. Sedang Ia, akan melipat
banyakkan nimkat setiap hamba yang bersyukur atas pemberian-Nya. Termasuk 3
tahun itu, ia adalah nikmat terbesar yang dilalaikan karena keangkuhan untuk
memafkan, keengganan untuk berdamai dengan kepahitan.
Masa lalu, sebuah kemustahilan pengulangan.
0 komentar:
Posting Komentar