Ini
adalah tulisan ketika ternyata, diam2 kami memiliki ketakutan yang sama.
"Aku
menakutkan masa depan. Berpikir tentang kewajiban2ku hari ini, diriku yang
malang karena setelah sekian lama baru aku tersadar bahwa aku tak pernah mampu
melakukan apapun, tidak punya pengetahuan mumpuni tentang bidang ilmu yg ku
geluti 4 tahun lamanya, orang tuaku, keadaanku sekarang. Dan yang kupikir
hanyalah strada, namun semakin aku memikirkannya, hatiku pun melelah, bagaimana
cara untuk mewujudkan. Aku takut. Pada akhirnya harus menyerah pada kenyataan
bahwa inilah usaha maksimal yang dapat kujuangkan."
"Bukan
hanya kamu. Kamu tidak merasakan betapa tertekannya menjadi aku. Ketika setiap bertemu, orang tuaku bertanya kapan aku menyelesaikan studiku. Rasanya aku tidak ingin
bertemu mereka. Belum lagi teman2, keluarga besar, keluargamu. Aku tidak tahan.
Namun justru itulah motivasiku, setelah menyelesaikan studi nanti, aku harus
menjadi sosok yang sukses, entah bekerja dalam bidang apapun, asal berkah dan
halal. Kalau hanya strada, tenang saja, akan kubelikan untukmu. Aku yakin aku
bisa."
Dan
ia berpamit untuk melepas penat di lapangan hijau. Impiannya, yang terkandas
oleh sepasang sepatu.
Aku
percaya kamu, padamu. Kita, akan melangkah beriringan, bergandeng tangan,
berlari menyusuri hari menjemput mimpii2 masa depan. Saat aku jatuh, jangan
membopongku, namun sirami jiwaku dengan wejangan motivasimu. Begitupun kamu,
saat kamu lelah berlari, aku tidak akan pergi mendahului.
Kita
bersama untuk selamanya.
Karena
aku percaya kamu :)
witen by @niahaji
0 komentar:
Posting Komentar