Bekerja, Sampai Daycare

on Senin, 08 Juli 2019

Aku sedang hobi sekali baca kolom komentar salah satu akun media sosial sebuah lembaga keuangan independen. Namanya baca pikiran orang banyak, kalau ada yang komentarnya "kok keren sih", ya kepo ke akun media sosial bersangkutan dong. Lol. Kemarin sore secara tidak sengaja scroll akun seorang ibu rumah tangga yang bekerja dan memiliki tiga anak laki-laki. Sebut saja namanya Riyanti. Bu Riyanti menulis disalah satu caption feedsnya bahwa fvck banget kalian yang mencaci keadaannya. Sudah lelah bekerja dan masih urus anak, apa esensi bekerja baginya. Sudah jelas capek, tapi dia yakin kondisinya tidak akan selamanya begini. Tiap pagi bangun petang, aktivitas seharian, tidur larut malam; weekend berasa numpang lewat dan tetiba sudah senin.

Jadi ingat aku pernah menulis bahwa aku menyinyir mereka yang bekerja atas nama "wanita berdaya harus berkarya" padahal niatnya menghindari urus rumah sepanjang hari sepanjang waktu tanpa libur beserta dramanya. Iya, aku kezel dengan ibu-ibu yang tidak mengakui bahwa menjadi ibu itu capek maka mereka mencari kesenengan diluaran dengan bekerja; sebagai pelepas penat 😏.

Apa aku membenci ibu bekerja? Tidaklah! Maaf nulisnya nggak bisa santai aja lol. Aku hanya sirik dengan mereka yang tidak mengakui dengan jujur alasan kenapa bekerja. Kalau memang tidak bisa harus urus anak seharian sepanjang waktu tanpa libur dan bekerja adalah salah satu cara pelepas penat terbaik, maka bekerjalah. Tapi tidak usah mengikutkan "semua wanita berdaya harus berkarya" dong! Memang yang tidak bekerja tidak berdaya dan tidak bisa berkarya? Kami, ibu-ibu pengangguran merasa dihabisi secara mental dan itu menyesakkan.

Maka aku sangat cinta pada annisast karena dia sejujur itu bilang pada dunia kalau dia bekerja karena tidak bisa harus urus anak sepanjang hari sepanjang waktu. Tidak apa-apa kalau tidak bisa. Mengurus anak itu jihad dan jihad itu lelah. Kebersediaan lelahnya orang dalam berjihad itu sendiri-diri dan urusan dia dengan Yang Maha Kuasa. Manusia tidak perlu ikut campur dan menasihati macam-macam. Biar diselesaikan sendiri karena itu perkara seseorang dengan tuhannya.

Ini aku ya, seandainya aku mampu bekerja dengan gaji yang cukup untuk mendaycarekan Kaisar, aku akan bekerja kok karena dirumah seharian itu membosankan dan urus anak tanpa jeda itu melelahkan. Sayangnya sampai saat ini aku belum menemukan tempat yang bersedia menggajiku sebesar itu. Maka lebih baik momong daripada harus bekerja hanya untuk kesenangan pribadi dan penjagaan pada Kaisar tidak sesuai level yang aku mau. Bersyukurlah kalian yang bisa berdaya dan berkarya dengan bekerja sementara anak kalian tetap dalam penjagaan terbaik. Sejujurnya itu cita-citaku yang tidak menyata.

Oiya, kenapa harus daycare? Sebenarnya tidak papa kalau tidak daycare, suster juga boleh banget. Asal kalau sama suster anaknya harus tetap dijaga kakek neneknya. Masalahnya adalah aku tidak terlalu percaya dengan kakek nenek (a.k.a orang tuaku). Karena kupikir parenting style kami sangat berbeda dan sama sekali tidak senada. Contoh kecilnya aja kalau Kaisar nangis. Orang tuaku akan segera mendiamkan; entah dengan mengiming-imingi hal lain, menuruti kemauan Kaisar, dst; yang penting anaknya diam. Kalau aku? Peluk saja erat-erat sambil bilang "perasaanmu kecewa ya, mama minta maaf ya karena memang kemauanmu tidak bisa dituruti. Nangis dulu aja kalau mau nangis". Sebeda itu. Maka tidak mau banget menitipkan ke suster dengan pengawasan kakek nenek. Kakek nenek akan mendominasi dan suster dengan kodratnya sudah pasti tidak mampu melawan permintaan kakek nenek. Kalau diasuh suster aja tanpa kakek nenek? Duh, kayaknya jaman sekarang susah ya cari suster yang bener-bener beres tanpa diawasi. Wkwk.

Kalau daycare kan diasuh oleh orang-orang profesional dan aku sendiri yang langsung bersinggungan dengan mereka. Jadi aku merasa lebih leluasa menyampaikan ide parentingku pada mereka. Dan aku yakin mereka orang-orang yang kalau diajak share ini itu akan bersedia meresapi dan memahami "oh iya, begini begitua ya". Yang lebih penting adalah kalau daycarenya bagus sudah pasti rekrutmen pengasuhnya tidak main-main. Beda dengan cari suster sendiri yang kita tidak tahu dedikasi dia sebesar apa.

Jadi, selamat pagi seluruh ibu di dunia. Selamat menjalankan peran dan aktivitas masing-masing dengan mengakui sepenuh hati alasan kenapa bekerja dan kenapa tidak bekerja. Karena pengakuan yang jujur itu menentramkan dan pengakuan yang diada-adakan itu menyebalkan.

Aku tetap akan tersinggung, bagaimanapun, dengan paradigma "bekerja agar berdaya dan mampu berkarya". Kamu pikir aku dirumah ngapain? Iya, jujur saja kalau memang kamu bekerja karena tidak mampu urus anak sepanjang hari sepanjang waktu tanpa libur. Itu tidak apa-apa, jangan malu mengakuinya.

0 komentar:

Posting Komentar