Aku itu gini.
1. Kalau kamu bekerja karena tidak bisa urus anak 24 jam, jangan jadikan alasan "wanita harus berdaya, wajib berkarya, makanya bekerja". Itu sangat menyinggungku. Kalau memang tidak bisa ya tidak apa-apa karena urus anak itu jihad maka sudah wajar kalau lelah. Dan kekuatan berlelah seseorang untuk tuhannya itu sendiri-sendiri, tidak bisa dipaksakan.
2. Kalau kamu bekerja karena harus bekerja; entah karena tidak bisa menabung kalau kamu tidak bekerja, atau bahkan kamu bekerja bukan untuk menabung, tapi untuk memberi makan anakmu, maka Allah sangat sayang padamu. Semoga berpahala jannah.
3. Kalau kamu bekerja dan alasanmu keduanya, maka katakan dengan jujur saja. Tidak semua hal di dunia ini harus memiliki hanya satu alasan, kan. Intinya adalah jujur saja kenapa kamu bekerja. Aku tidak merendahkan siapapun yang bekerja karena tidak bisa 24 jam urus anak. Tapi aku menganggap rendah mereka yang tidak jujur pada diri sendiri. Benahi dirimu, Bu!
Kenapa aku tidak bekerja? Karena aku memilih anakku. Aku wanita yang selalu bertanya "kenapa menyusui sepenting itu, sampai-sampai Aminah menitipkan anaknya kepada wanita gunung bernama Halimah". Menyusui, bukan sekedar mengasihi; memberi ASIP dan ditinggal bekerja padahal tidak bekerja pun dapur aman, tabungan dan investasi beres.
Ya, aku tim pro direct breastfeeding. Bagaimana bisa selalu dbf kalau akunya pergi pagi pulang malam? Sudah pasti ASIP kan ujungnya. Kecuali aku bekerja di perusahaan bapakku, sayangnya bapakku bukan sultan pemilik perusahaan. Atau jabatanku dalam karir sudah tinggi jadi aku bisa bawa anak sekaligus sewa sus dan ku bawa ke kantor tempatku bekerja. Sekali lagi, sayangnya aku menikah sebelum pekerjaanku jelas. Jadi kemungkinan-kemungkinan itu tidak mungkin terjadi maka aku memilih tidak bekerja demi bisa dbf tiap saat.
Aku berprinsip bahwa menyusui itu kebutuhan, bukan gaya-gayaan. Bukan sekedar anak minum ASI entah bagaimana prosedur minumnya. Anyway, tidak apa-apa kamu yang memang harus bekerja karena kalau tidak bekerja anakmu tidak bisa makan. Aku berargumen begini karena diluaran terlalu banyak ibu yang bekerja karena mencari bahagianya sendiri. Mereka pamer ASIP sefreezer beserta alat pumping mahal. Mereka bilang mengasihi itu kewajiban ibu dan mendapat ASI adalah hak anak. Mereka menyuarakan ruang laktasi untuk ibu bekerja harus diperbaiki. Ah, kalau mereka bekerja dengan jabatan yang tinggi dan perusahaan yang benefit sudah pasti ruang laktasinya nyaman. Bayangkan mereka yang bekerja sebagai buruh pabrik, jangankan ruang laktasi, kamar mandi saja seadanya. Karena buruh pabrik itu bekerja bukan untuk kesenangan pribadi. Tetapi kalau tidak bekerja anaknya tidak makan. Maka tolong, pahami dan bedakan.
Apa aku tidak akan bekerja? Apa aku tidak mencari bahagiaku? Jelas dong, aku sangat dan butuh bekerja sebagai sarana mencari bahagiaku sendiri sebagai wanita bebas. Tapi nanti, setelah tugas neneni ini purna, dan itu belum sekarang. Sejujurnya aku bukan wanita shalihah yang mampu urus anak murni karena jihad seumur hidup. Jihadku ada masanya SAJA. Sampai selesai nenen dan setelahnya aku ingin mencari senangku.
Maka karena alasan itu aku hanya ingin punya satu anak karena kalau ada anak lagi dalam hidupku aku tidak kuasa. Tidak kuasa harus berjihad untuk satu lagi makhluk. Karena jihad selelah itu meskipun pahalanya jannah kalau aku lillah. Tapi lelahnya memang selelah itu maka iming-iming jannahnya yang invisible terkabur oleh beratnya lelah.
Aku salah nggak? Iya sangat salah dan tidak pantas dicontoh. Aku tidak kuat berada di jalan jihad ini. Aku mengakuinya dan aku memohon ampun padaNya. Masih, aku mencintai dunia dan diriku sendiri melebihi cinta padaNya. Jangan pernah dicontoh. Jangan pernah!
Segala sesuatu boleh berbeda. Asal sesuai syariatNya bagi kita umat muslim. Semoga niat bekerja bukan karena ingin mencari kesenangan diri sendiri. Semoga niatnya mencari surga. Karena jalan ke surga bukan sekedar menjadi ibu yang 24 jam urus anak. Doakan selalu ya semoga jalanku selalu jalan surgaNya.