Dia duduk pada bangku tepat di depanku. Mataku melekat, menatap
penuh harap menjadi dirinya yang menurut penilaianku tak punya celah salah.
Lalu punggungnya bersandar pada
kursi, mendekatkan tubuh kami yang aku condong ke depan. Pembicaraan pertama
dan singkat itu pun terucap.
“Ini kena apa?” Sentuhku pada
bagian belakang jilbabnya.
“Ha? Apa? Aku tidak tahu.” Ia
menjawab dengan nyaring suara elegan.
“Oh, lotion ternyata.” Kataku
setelah selesai membersihkan.
“Terima kasih.” Ucapnya tulus,
diiringi senyum halus.
“Sama-sama.”
Sungguh, menurutku itu
anugerah.berbincang sebentar dengan teman yang setiap menatapnya diliputi
kekaguman. Ia dewi sementara aku kurcaci. Dan aku, sejak lama ingin menjadi
teman dekat, melewati hari bersama di tempat yang baginya rantau. Saling
menguatkan ketika melemah, saling mendorong ketika pergerakan terhenti, saling
berdoa untuk peruntungan bersama. Agar Ia meridhai tali persahabatan kami.
Namun sampai nanti, angan itu hanya ada di awang. Dan akan
selalu kusiram agar tak melayu terenggut waktu.
Ketika
hujan berebut menyirami tanah Kentingan.
My room, sabtu, 09-03-2013.
0 komentar:
Posting Komentar