Bapak,
Sejujurnya siang itu saya tidak
benar-benar memahami pernyataan bapak
“Naif sekali memamerkan ibadah yang jadi rutinitas untuk meraih popularitas.
Telusurilah lebih lanjut, iyakah dia merupakan output? Jika anda mengatakan, ibadah merupakan output
dari masukan yang bernama imana, maka perhatikan, ia bukan hasil dari kuatnya
iman pada Tuhan. Setiap jiwa memiliki fitrah kembali pada Allahnya, sebut saja
naluriah, bukan input yang menghasilkan ibadah yang baik.”
Dan siang tadi saya diingatkan
pada pembelajaran bertahun lalu, mengenai ideologi sederhana, namun kekuatan
magisnya luar biasa. Kita biasa menamainya keyakinan. Iman.
Bahwasanya, ketika seorang hamba
mengutamakan Rabb-nya, sejatinya ia sedang mengutamakan urusan dunianya
sendiri. Allah berjanji akan memudahkan setiap urusan dan Ia tak mungkin lupa dengan ikrarnya sendiri.
Barang pasti, Allah akan memberi setiap dunia yang hamba minta.
Sesederhana itu, namun butuh
berminggu untuk saya mencerna pernyataaan ganjil bapak. Sesederhaan itu,
diperantarai orang-orang hebat yang mengejek tingkah saya karena masih nyaman
duduk di belakang sebagai penonton pertunjukan, hanya antusias memberi tepuk
tangan.
Ya, iman merupakan fitrah diri.
Melalui ibadah yang baik, setiap hamba akan memperoleh dunia yang ia minta.
Luar biasa. Bahwa iman, bukan masukan yang diharapkan memiliki taget keluaran.