Untuk negeri mulia

on Rabu, 08 Januari 2014


Tangis pilu tidak mungkin terelak jika kita mau melihat lebih detail tentang kondisi bangsa ini. Betapa tidak, menilik pada permasalahan yang dihadapi masyarakat saja sudah cukup menjadi alasan yang kuat untuk geleng2 kepala; lalu lintas semrawut, di atas pembatas jalan ibu2 menggendong anak terlihat kepayahan meminta belas kasihan, sampah menggunung, miras melaut, porno aksi/grafi di kalangan remaja belia, narkotika beredar seperti hantu; belum lagi permasalahan korupsi kolusi dan nepotosme dikalangan pejabat.

Rakyat sibuk mengolok2 pemimpin sementara mereka lupa terhadap kekacauan yang mereka timbulkan. Mau dibawa kemana nasib negeri ini apabila perkara saling tuding terus digalakkan? Ini negara kaya yang terus berusaha dimiskinkan, ini negeri dengan mentari yang tiap pagi selalu menawan berseri di ufuk timur, ini negeri dengan tanah yang tongkat ditanam saja dapat tumbuh subur. Sayang sekali dirusak oleh egoisme yang masing2 diri semau sendiri.

Akar masalah sebenarnya sederhana, yaitu rendahnya kualitas karakter manusia2 Indonesia. Rendahnya karakter disebabkan oleh gagalnya pendidikan yang komprehensif memadukan antara 4 komponen kecerdasan yang harus dimiliki manusia, yaitu kecerdasan spiritual, emosional, intelegensi, dan semangat juang. Pendidikan kita terseok dalam sistem dan masih berusaha memperbaiki sambil menunggu hasil dalam gundah hati yang makin tak tentu. Barangkali para penggagas lupa, bahwa kita masih punya beribu pemuda yang peduli dan ingin beraksi, menoreh sesuatu untuk kemajuan bangsa ini. Tàk melulu berkutat pada kurikulum, metode, model, pendekatan bahkan hal terkecil sekalipun, media. Pemuda. Itulah jawaban bangsa.

Pemuda, untuk masyarakat desa.
Sejarah membuktikan bahwa loyalitas masyarakat desa dalam kontribusinya merebut kemerdekaan sangatlah tinggi. Mereka memberi apapun yang bisa diberikan meski dalam kesederhanaan untuk pejuang yang ditempatkan pada desa mereka. Base camp menuju Indonesia mulia barangkali dapat pula bermula dari desa2. Bagaimana caranya?

Pemuda, dengan tenaga penuh stamina dan pikiran yang tumbuh segar2nya, dapat digolongkan ke dalam dua kubu yang saling berlawanan satu sama lain, yaitu kubu pemuda foya2 dan gemar dunia, kubu lainnya yaitu pemuda yang berusaha menoreh sejarah indah dalam hidupnya. Kubu yang pertama tentu sulit diharapkan untuk ikut serta berjuang, dan kubu yang kedua ini pun lebih banyak fokus pada peningkatan kualitas diri sendiri, bagaimana dapat menduduki posisi penting organisasi, bagaimana memenangi suatu kompetisi, bagaimana namanya tenar terpampang pada media masa dan hal2 lain. Mereka lupa aksi nyata untuk melayani yaitu mulai dari lingkungan sekitar. Apa yang dapat mereka lakukan untuk lingkungan sekitar? Sederhana, yaitu mengajar. Cukup mengajari anak2 tetangga disekitar rumah dan dibina sedemikian rupa sampai anak2 itu mendewasa. Pengajaran yang diberikan tidak perlu rutin tiap hari atau dikelompok2kan dalam kelas2 karena hal ini tentu menyita bnyak waktu. Cukup meluangkan waktu 3 kali seminggu untuk mengajari mereka belajar dari alam dengan beberapa anak dari tingkat kelas yang berbeda. Mata pelajarannya juga tidak dituntut untuk mengikuti mata pelajaran di sekolah atau dengan kata lain pemuda memiliki hak dan wewenang untuk menciptakan kurikulumnya sendiri, menciptakan metode, model, pendekatan dan media dengan kreativitas yang dimiliki. Tidak dituntut untuk menggunakan perangkat pembelajaran sesuai sistem yang ada. Tujuan dari program ini adalah anak2 yang memiliki keterpaduan ilmu pengetahuan dan karakter pada dirinya tanpa dituntut dapat mengerjakan soal tertulis disekolah dengan nilai sempurna. Bidikan program ini adalah karakter karena ketika seseorang belajar dari alam mereka akan dapat mengambil kebajikan yang diajarkan alam. Terlebih ketika seseorang dididik sejak kecil untuk belajar konkrit dengan tidak memikirkan nilai sebagai tujuan akhir, mereka akan lebih dapat menghargai apa2 yang ada disekitar. Proses ini populer disebut sebagai learning by doing. Seseorang belajar tidak dengan membayangkan apa yang ia baca, tapi langsung turun menyaksikan dengan mata kepala.
Tentu program ini hanya dapat berjalan apabila pemuda kita tidak egois mementingkan diri sendiri. Berjuang dinegeri ini, kalau hanya lewat tulisan menurut saya omong kosong dan mimpi di siang bolong untuk dapat menciptakan perubahan. Mengajar, untuk anak2 di desa kita, di lingkungan kita. Mari, pemuda. Ingatlah sumpah yang pendahulu kita tanamkan. Karena kita satu, Indonesia mulia.
witen by @niahaji

0 komentar:

Posting Komentar