Menjadi Orang Tua (2)

on Jumat, 16 November 2018
Beberapa waktu kemarin, belum lama ini sih, aku bertemu temanku dan kami berbincang tentang interviunya menjadi dosen di sebuah Sekolah Tinggi di Ponorogo sana.

"Akutu sampai heran, kok bapake bisa tahu semua hal tentang hidupku. Bahkan bapake ki tahu tentang bapakku hlo".

"Hla emang bapakmu kenapa e?"

"Bapakku ki nggak pernah bisa menghargai usahaku gitu hlo be. Contohnya aja yang paling deket ini ya. Kemarin aku cumlaude kaan. IPKku itu 3,84. Bapakku masih aja bilang "katanya kamu pinter. Kok IPKnya nggak 4 sih". Bayangno be, piye perasaanku?"

Iya, temenku itu puinter banget. Nggak tau ya, bagiku dia ensiklopedi berjalan. Dan kreatif super. Ide-idenya keren banget gilaaak super pokoknya, nggak pakai KW. Masih aja ya bapaknya nggak mengakui.

Kalau kalian jadi bapak, jangan begini yaa. Seandainya aja, bapak temenku ini kasih pengakuan terhadap apa-apa yang udah dicapai temenku, aku yakin kok, dia kemarin diwisuda di Durham, nggak cuman kampus sebelah itu.

Ada lagi temenku. Dia nggak yang anak menonjol gitu jaman sekolah dulu. Eh, tahunya dia bawa kabar gembira dapet beasiswa ke luar negeri. Ternyata karena apa? Karena bapak ibunya mendukuuung banget segala rupa tentang mimpi anaknya. Bapak ibunya nggak malu sama cibiran orang tentang anaknya yang gak lekas kerja selesainya Strata Satu. Bapak ibunya selalu support dan menyakinkan kalau dia hebat, dia pasti bisa kejar dan raih apa yang dia mau.

Great kan. Tau kan bedanya. Ya gitu itu.

0 komentar:

Posting Komentar