Kenapa ya, banyak banget dipikiran kepengen diungkapkan tapi kemalasan melulu mendera. Hrr kan yaaa.
Kalau lagi masak aja ide mengalir sederas sungai musim penghujan. Giliran di depan HP, eh mlempem kayak kerupuk tiga hari.
What's happen ya?
Tentang diriku yang jadi ibu dan blas nggak berdaya. Mau rajin blogging, eh males. Jualan online enggak yang laku tiap hari. Anak juga nggak tumbuh hebat kaya anak-anak selebgram yang no gadget lah, yang 10 bulan udah bisa jalan lah, yg motorik halusnya baguslah, BYE itu semua.
Apa salahku oh apa?
Sebenarnya akutu hobi nulis bahkan sebelum tahu dunia hlo. Iya, dari kecil aku main sama anak-anak desa yang kami semua sama; sama-sama nggak spesial. Ada sih, kadang banget tapi, main sama sepupuku rumahnya kota. Dan bagiku, dulu, dia itu dewi. Secara kita sama-sama kelas 1 SD, dia bisa baca apa aja tulisan reklame pinggir jalan, fasih ngomong bahasa indonesianya, matematikanya juga jago. Aku mah apa. Baru hafal abjad aja kali waktu kelas 1. Bodo banget ya.
Tapi anehnya aku hobi banget nulis diary, kadang juga sok-sokan buat puisi ala-ala gitu. Kelas berapa ya. Empat, lima, enam? Lupa. Pokoknya sebelum SMP. Sebelum tahu kalau dunia itu #keraslur.
Nah, setelah masuk SMP hidupku berubah drastis. Ternyata di dunia ini banyak dewi yaa. Bukan sepupuku seorang lol. Sekolahku islam nasional gitu jadi kelas murid cewek cowok dipisah. Jangan bilang gap gender lalala ya. Males aku nanggepinnya wahaha. Maap songong.
Nah, lagi, kenapa temen-temenku pada pinter semua. Pada nggak lupa kerjakan PR. Pada pakai tas dan sepatu yang bagus-bagus. Pada dijemput pakai mobil mewah. Bagiku serba WAW gitu aja, dulu itu.
Pernah, aku dihukum suruh minta tanda tangan ke ketua RT tempat sekolahku berlokasi. Pelajaran sejarah waktu itu. Dan aku, anak desa, nggak punya pengalaman babar blas, takuuuuut banget kala itu. Rasanya pengen kencing berdiri gitu. Akhirnya sih hukumannya diperingan dengan minta tanda tangan kepala sekolah DOANG. Yang bagiku, anak desa ini, masuk kategori horor juga.
Tapi aku berterima kasih sama guru itu. Berkat hukuman beliau kepada anak dari SD desa yang gurunya aja sering lupa kalau kasih PR, aku jadi berasa bijak gitu jadi guru. Tanya dulu, cari tahu dulu. Jangan judge apapun pada murid! Mereka berasal dari daerah yang berbeda, dari tipe orang tua yang beragam. Iya, barang kali ada sesuatu dalam diri mereka yang butuh bantuan penyelesaian. Kalau orang tua tak mampu apa-apa, siapa yang bisa diandalkan seorang anak kalau bukan gurunya? Tapi, karena tidak semua guru bisa diandalkan, maka aku bertekad untuk jadi orang tua yang mampu membesarkan Kaisarku dengan baik. Iya, soalnya akutu masih berprinsip bahwa buruknya anak itu karena buruknya orang tua membesarkan. Jadi, jangan sampai aku buruk kalau nggak mau anakku buruk. Logis to?
Ada juga guru baik hati sih. Jadi waktu itu pelajaran bahasa arab. Aku yang dari SD desa ini tahunya cuma ana. Eh, hla ini ndilalah apes banget aku dapet zonk ditebaki apa gitu ya. Lupa aku. Udah dijelasin panjang lebar sebenernya, cuman aku dulu tu bodo banget. Nggak paham-paham kalau dijelasin. Dan nggak berani nanya juga. Ya udah deh aku plonga plongo. Untung gurunya baik banget. Beliau paham, nanya aku dari SD mana. Tahu aku dari SD yang namanya aja asing bagi telinga beliau, yawis, beliau stop nggak nanya-nanya lagi dan ulang penjelasan. Tapi mon maap ya, masih, aku belum paham lol.
Iya, temen-temen SMP ku itu sungguh dewi, ciyus. Kalau bikin majalah dinding gitu kreatif banget. Nggak eman buang-buang duit buat beli ini itu asal madingnya bagus. Bagiku mah, duit mending buat naek jaya putra 😂. Dan mayoritas mereka ambil course atau kalau enggak ya mereka tahu kemampuan mereka dimana. Ada yang hobi gambar, ada yang hobi nulis, ada yang puinteeer banget karena hobinya belajar, ada yang hobi beli buku. Bisa dbilang kesemuanya itu semacam tindak reflek seperti kalau aku pergi ke sekolah naik bus, gitu. Paham nggak sih? Kalau dari pengamatanku sih emang karena mereka tinggal di kota dan orang tua mereka berada untuk memfasilitasi segala rupa.
Dan, hobi-hobi atau cita-cita mereka itu (mayoritas) menyata hloh. Heran juga aku. Kok bisa yaaa. Aku aja yang hobi nulis sedari bahula masih segini-gini aja nggak ada penambahan dalam bentuk apapun. Padahal punya blog sudah dari 2012, postingan mayan banyak, tapi tetep aja nggak terkenal lol.
Beberapa tahun kemudian setelah aku lulus SMP, baru aku tahu rahasianya. Mereka, selain terfasilitasi secara finansial, dibawa sama orang tua ke psikolog atau dokter gitu sewaktu masih kecil buat tes intelejensi. Dan lagi, orang tua mereka tahuuu banget dan pahaam ilmu parenting gimana nggedein anak dengan baik dan benar. Jadi yawis, pokoknya bye aja sama semua masa lalu yang memang aku serba ketinggalan itu.
Bagi kalian, yang tinggalnya di desa, yang pengen anaknya hebat, yang terbatas dalam segala hal, aku pesen ya. Dari pengalamanku, apapun boleh terbatas asal jangan batasi dirimu belajar dan bergaul sama siapapun. Kamu boleh nggak punya apa-apa, tapi punyalah ilmu biar ketok smart gitu. Biar nyambung kalau ngobrol sama kelas berbeda. Demi apa? Demi nggedein anak sehebat mereka yang nggak berbatasan. Demi anak-anak kita nggak tertinggal dalam segala hal.
Dan, satu terpenting. Kalau mampu, HIJRAHLAH! Ke tempat yang memampukanmu membesarkan anak-anakmu dengan baik dan benar. Punya skill, punya ilmu, punya value yang baik, dan iman yang kuat. Anak itu nggak butuh apa-apa, selain orang tua mereka. Orang tua yang mampu mendorong mereka menjadi apapun yang mereka mau; tanpa membandingkan, tanpa mencela kesalahan, dan mengimani dengan hati bahwa anaknya memang berbakat dan akan menjadi orang besar.
0 komentar:
Posting Komentar