Alhamdulillah dramanya sudah berakhir tapi aku masih ingin menuliskan beberapa hal tentang punya anak (lagi).
Pada akhirnya aku pasrah kalau harus ada anak lagi ya sudah, sudah takdirnya harus dijalani, kan. Sekalipun manusia mengusahakan untuk tidak kalau Allah berkeras iya, bagaimana mau menolak tetapanNya? Pada akhirnya hanya bisa menjalani dengan mencoba ikhlas.
Memberanikan diri untuk mengecek kehamilan, dan satu garis, alhamdulillah. Aku menangis dan sujud syukur; berterima kasih tak terkira pada Allah karena iyaku masih iyaNya. Langsung ke bidan saat itu juga untuk KB. Anw, sekalipun KB, aku dan mas Bely selalu main aman hlo. Mana berani kami berhubungan saat masa subur. Tidak pas masa subur saja spe**a tetap keluar diluar wahaha. Maaf vulgar. Karena memang setakut itu. Dan jujur, frekuensi seks kami sangat sedikit setiap bulannya. Sekali lagi, karena memang setakut itu.
Makanya karena kami sudah berusaha menjaga tapi kok Yang Kuasa tidak sekata, wajar kalau kaget. Kaget kenapa mensku bisa mundur. Mosok bener hamil lagi. Ya udalah kalau memang harus ada nyawa baru dalam hidup kami, mau diapa kalau bukan diterima penuh ikhlas. Tapi alhamdulillah, sekali lagi, nyawa baru itu tidak ada.
Kenapa sih setakut itu punya anak sampai menjaga bener-bener banget? Apalagi setelah drama mundur mens ini, penjagaan akan diperketat. Wkwkw.
Bukan apa-apa. Hanya, punya anak bukan masalah gampang. Misalpun kita mengesampingkan masalah financial, aku tidak bisa harus mengorbankan kebebasanku untuk makhluk baru (lagi). Jahat ya. Nggak salihat banget ya. Emaang.
Karena jadi ibu itu lelah, memang sedang jihad wajar kalau lelah. Boleh istirahat nggak? Bagaimana definisi istirahat menurutmu? Bukankah jihad memang berat maka harus lelah? Seandainya Rasul sering-sering beristirahat karena lelah, kiranya sekarang apa kabar kita umat Islam. Maka, kalau sedang jihad ya jangan setengah-setengah. Karena lelah yang lillah berpahala jannah.
Nah, masalah utamanya adalah aku tidak bisa harus berlelah untuk satu nyawa (lagi). Cukup nyawa yang sekarang menjadi medan jihadku aku masih sering berkesah dan mengeluhkan ini itu. Bagaimana kalau harus jihad untuk dua nyawa. Ah, tak kuasalah.
Banyak ibu salihat yang tiap tahun punya anak dan tidak banyak mengeluh lelah meminta istirahat. Banyak, dan beberapa dari mereka aku kenal baik. Sayangnya, aku tidak (belum) bisa menjadi mereka; aku masih cinta pada diriku sendiri melebihi jalan jihad ini. Sesusah itu berbenah menuju salihat serius.
Maka, aku menyarankan pada siapa saja kalian: JANGAN MENDOAKAN PASANGAN BARU UNTUK SEGERA PUNYA ANAK ATAU SEORANG ANAK PUNYA ADIK LAGI. Bisa jadi memang pasangan baru itu memang mau menunda kehamilan karena beberapa pertimbangan. Kalau memang tidak ada rencana menunda dan berharap segera dititipi momongan sih ya doakan aja nggak apa. Tapi kalau memang niatnya menunda, kelyan tidak usah nyinyir wkwk. Mendoakan seorang anak punya adik lagi juga hal sensitif hlo. Tidak semua orang tua berharap ada anak kedua. Karena sekali lagi, membesarkan anak bukan perkara dia tumbuh sehat dengan baik, BUKAN!
Mohon maaf dosa sebenarnya. Tapi serius, punya anak itu jenis kerompangan yang tidak terurai kalimat dan tak lekang waktu. Serius, punya anak tidak semain-main itu: this is the way we called jihad. Tidak sebercanda: ibu capek, anak titipin embahnya dan ibu jalan-jalan. Asal stok ASIP aman mau pulang kapan-kapan urusan gampang. Tidak sebercanda itu.
Kalau menyusui memang pekerjaan sampingan, apa gunanya Aminah menitipkan anaknya untuk disusui wanita gunung bernama Halimah? Renungkan, bu!
Ps: Aku muslim. Sewaktu SMA ustadzku pernah bilang bahwa pada masanya kami, muridnya akan dihadapkan dengan kaum feminis, liberalis, sekuler; yang tidak menggunakan islam sebagai dasar hidupnya. Maka diatas aku menuliskan bahwa mengasuh anak adalah jihad yang memang wajar kalau lelah karena jika dilakukan dengan lillah berpahala jannah. Padahal aku tahu, begitu pula kalian, apa yang sering orang-orang tulis tentang mengasuh anak; me time lalala yang bikin ibu sering keblinger dunia.
Sementara disisi lain aku sangat ketakutan kalau dua garis kedua itu menyata. Memang, muslimku belum kaffah layaknya wanita salihah. Maka, karena jihad memang harus lelah, aku tidak siap dengan kelelahan itu. Memang, hanya setinggi ini kadar imanku.
Mohon maaf jika tidak sepemikiran.
0 komentar:
Posting Komentar