Relosusi 2020

on Senin, 24 Februari 2020

Sesenang itu bisa layat. Tahun ini sudah dua kali layat dan akan selalu melayat kecuali kalau aku yang jadi objek layat. Oh, horor hiks. Mau mendoa semoga dikasih panjang umur, tapi apa daya kalau semua kisah tertulis rapi bahkan sebelum si lakon lahir. Ya sudahlah, serah dan pasrah saja pada Yang Punya Cerita.

Resolusiku agak muluk atau bahkan muluk banget 2020 ini. Selain target harian, aku juga menulis hal-hal gila (lagi) yang kemungkinan besarnya akan tidak tercapai karena yaaa, nggak realistis aja.

Sekaligus aku ternganga ketika dua kali kematian dan dua kali itu pula melayat. Lalu jadi berpikir kalau sebenarnya untuk mencapai sesuatu cuma butuh diusahakan. Jadi, MUNGKIN kalau aku mengusahakan resolusi gilaku, akan bisa kucapai meskipun banyak hal harus terkorban. Yang penting berusaha aja dulu, hasil mah udah ada yang nulis. Mereka selalu memotivasi dengan perintah "berproseslah", bukan "berhasilah". Kalau berhasil, otomatis alhamdulillah sebenarnya. Lol.

Jadi mari kerja keras dan berdoa penuh harap serta rasa cemas, semoga resolusi yang ditulis dengan tinta bukan emas itu menyata biar bisa beli emas mulia. Hloh gimana wkwk.

Yang jelas aku maunya kerja 2020 ini. Kerja yang gajinya banyak dan dimata orang desa bergengsi gitu hlo. Ah, ngapain melulu masih memikir gengsi. Asal gajinya nyukupi untuk biaya foya-foya dunia, tabungan akhirat, dan biaya sekolah Kaisar aja, CUKUP.

Cukupku berlebihan nggak sih untuk kualitas diriku yang soft maupun hard skillnya rendah banget. Wkwk. Udalah, semua tertakdir. Maunya jadi PNS di Jakarta biar 'cukup' sesuai impianku bisa kuraih, meskipun nanti setelah dijalani akan merasa kurang (lagi). Tapi semua cerita punya alurnya. Tugasku cuma berusaha. Kalau takdirnya aku gagal seleksi, semua tertakdir. Aih, apakah aku sungguh sudah keras mengerja, wahai diri yang lemah konsistensi?

Pun aku merasa 2020 ini keadaan jiwaku membaik. Setelah seberat itu berjibaku dengan mental illness pasca punya anak. Dua tahun bukan waktu yang singkat untuk struggling melalui banyak hal sulit, sekaligus terlalu singkat untuk menyembuhkan jiwa yang kelelahan lalu penyakitan. Maka aku bilang bahwa jiwaku membaik karena aku sadar bahwa sembuh bukan frasa yang tepat untuk mengungkap kondisi mentalku saat ini. Masih banyak yang harus diperbaiki agar benar-benar sembuh.

Tapi karena merasa membaik maka aku berani bermimpi lagi 😀. Biarlah terdengar tolol asal aku bahagia. Lagi pula, kalau saat ini semua yang aku punya bagi sebagian orang adalah previllege, itu semua karena aku menuliskannya. Jadi, untuk masa depan, tulis aja dulu maunya seperti apa. Kalau iyaNya senada, segala puji bagiNya. Kalau masih belum jadi punya, Dialah pemilik hidup manusia. Tetap berprasangka baik, bersyukur, dan berusaha. Betul?

Anw, semua yang aku tulis adalah usahaku untuk sembuh. Karena bagiku, aku menulis maka aku berobat. Jadi setiap kalimat yang kulontar bukan jaminan ia adalah aku. Semua adalah penguat diriku, bukan sepenuhkan definisi tentangku. Barangkali aku mampu menuliskan, bisa jadi masih sekuat tenaga berusaha mengimani. Jadi tolong, jangan judge aku dari tulisanku karena kamu akan keliru 😂😂.

Mari membaik bersama. Demi mereka yang tidak mungkin tumbuh menjadi shalih/shalihat tanpa orang tua yang berusaha memperbaiki diri menaati perintah dan menjauhi laranganNya. Apa gunanya jadi orang tua kalau tidak bisa menyontohi kebaikan pada ananda?

Mari bermimpi bersama. Demi dunia mereka yang meskipun sementara tapi merupakan tilas utama menuju kehidupan kekal selamanya. Apa gunanya tinggal di bumi kalau tidak bermimpi dan tidak punya orientasi?

2020 menjadi manusia bertakwa seutuhnya. Diberi kebaikan dunia yang membawa manfaat untuk kebaikan akhirat. Tercapai semua mimpi duniawi dengen berlelah mengusaha sebagai bandul pemberat amalan baik dihari perhitungan. Aamiiin.

0 komentar:

Posting Komentar