---

on Jumat, 28 Desember 2012


Aku ingin menuliskan 3 hari belakangan yang melelahkan. Tapi tiba-tiba...

Kau tau, secinta apa aku pada dirimu? Sebesar apa ketulusanku ingin menjadi bagian dari keluargamu?
Ya, itu terlalu panjang menurut pikiran remaja setanggung kita. Namun benar, aku mencintaimu, termasuk keluargamu. Demi apapun :)

Mungkin sesingkat saran ini nantinya akan kau sesali jika diabaikan.
Seandainya hidup penawarkan pilihan untuk tidak menyatukan kita, kau akan menasihati anak-anakmu persis sama seperti kata-kataku. Barang tentu, kau tidak ingin melihat anakmu mengalami kegagalan yang sama, penderitaan yang sama, kepedihan yang sama.
Seandainya kita harus tidak bersama-sama nanti, dan kau menjadi orang sukses berkat saranku yang kau indahkan, mungkin kau lupa akulah yang menasihatimu melakukan hal-hal yang membawamu mencapai sukses. Atau mungkin kau masih menyimpan beberapa hal mengenaiku dan menceritakan pada anak-anakmu? Cerita tentang wanita yang kau bersyukur telah menuruti sarannya.
Dan kemungkinan yang paling aku inginkan, lebih tepatnya yang kubutuhkan, hidup meminta kita melewati harinya bersama. Dan kau bisa mewujudkan apa yang telah kau cita. Pada suatu senja yang saga mungkin kau akan menggenggam tanganku hangat, mengenang masa muda sambil sesekali tertawa seirama, mengucapkan terimakasih atas apa yang pernah kusarankan, dulu.

Aku mencintaimu. Berharap kau tetap bersamaku dulu, kini dan nanti.

Sungguh, aku tidak ingin ibadah yang kau lakukan hari ini hanya karena diriku. Aku tidak mendapat apapun dari ibadah yang kau lakukan. Aku tidak senang karena bisa memarkan pada teman-temanku ‘sekarang pacarku taat’. Namun alasanku merasa senang adalah satu kewajibanmu terlaksanakan. Kau tidak  punya hutang yang nantinya harus dibayar pada hari penghisapan.
Sama halnya denganku, Ia Sang Punya Segala tidak membutuhkan ibadahmu. Hanya saja ia mencatat, amal apa saja yang kau kerjakan yang nantinya akan dikembalikan menjadi hakmu dalam bentuk yang berbeda. Berbeda dan lebih menguntungkan. Ialah kemudahan jalan. Apa yang lebih diinginkan seorang hamba kepada Tuhannya selain kemudahan? Kemudahan memperoleh pekerjaan, kemudahan mencari nafkah, kemudahan memiliki keturunan, kemudahan mengurus momongan, kemudahan dalam pekerjaan.

Lalu, bagaimana caranya, agar kemudahan itu diberikan padamu?

Sayang, setiap orang memanen hasil tanam mereka masing-masing, dan tidak ada yang tertukar. Jika kau tidak menanam apapun saat ini, apa yang akan kau panen di masa depan? Apa yang bisa kau berikan pada orang tuamu? Apa yang membuat anak-anakmu bangga pada jerih payahmu? Tidak ada. Tidak ada sampai kau berusaha mengubahnya.
Dan aku disini, mendorongmu menuju perbaikkan. Membimbing semampuku saat kau harus berhadapan dengan kesulitan.

Aku menerima seluruh kebiasaan, sifat, dan tingkah lakumu. Hanya, ingin kau menjadi lebih baik. Agar kelak, kau tidak menyesal. Agar kelak, kau memanen hasil tanammu. Agar kelak, anak-anakmu punya perspektif yang baik tetangmu.
Ya, hanya itu. Sebatas itu.

0 komentar:

Posting Komentar