Tertinggal Jauh

on Rabu, 26 Desember 2012

dan aku pun jemu, dengan haruku yang tak jua kunjung berlalu

setiap membaca tulisan penuh semangatmu, namamu yang ditandai dalam jejaring sosial, foto-foto, sajak-sajak, pesan teman-temanmu.
betapa kau adalah yang paling bisa diandalkan, paling dapat mengerti kalimat hati, paling romantis dalam menjalin hubungan, paling keibuan.
yang tak pernah alpha menanyakan kabar, dengan raut wajah riangmu membagi hangat cinta pada sesama, menampung cerita, komentar-komentar bijak nan membesarkan.
namun herannya mengapa justru aku tidak pernah menyukai caramu memperlakukan orang?
seolah kau hero yang dibutuhkan, senioritas kuat terukir jelas pada watakmu, pribadi yang aku tidak suka. 
atau mungkin kita berlawan arah dalam memandang cara memperlakukan orang? atau aku saja yang begitu kakunya dan benci menjadi perhatian? termasuk menolak perhatian darimu yang berlebihan? 

atau karena kita begitu berbedanya dalam penerimaan orang?
kau dengan perhatianmu yang berlebihan selalu dinanti dengan hati resah para teman untuk dimintai saran.
sementara aku yang kaku, enggan berkomentar banyak, enggan bercerita panjang lebar, kadang pula enggan mendengarkan.

tidak ada yang menantiku dengan wajah muram serta harap-harap cemas bila aku tidak datang,
tidak menanyakan kabar, bila tidak mengunjungi kamarnya di rantau.
begitu berbedanya denganmu.
yang senantiasa menjadi nanti pabila tidak datang, buah bibir yang diceritakan pada teman lain, diberi title "sahabat", menempati urutan teratas dalam setiap hati.

terlebih dengan punya yang kau miliki kini, latar belakang, serta status yang tidak bisa kuperjelas.
yang membuatku makin jauh tertinggalnya darimu.

yang semakin meyakinkanku betapa pertemanan itu memandang seberapa banyak yang kau miliki, dapatkan mengimbangi?
memandang kepemilikan, rupa, harta, ideologi, kecerdasan.
aku tidak pernah punya apa-apa untuk dapat mengimbangi sesiapa.
tidak rupawan, cantik, menarik, menawan dan sebagainya. begitu sederhana dengan penampilan yang aku sendiri tidak bisa melihatnya, apa peduliku. masa bodoh!
bukan hartawan yang suka mengahamburkan uang, membeli banyak barang untuk keperluan kecantikan, makan di warung mahal.
pun berdiri pada ideologi yang berakar dari pikir kacauku, tanpa banyak meniru, menjadi diriku tanpa malu.
juga, kemampuan dalam segala bidang yang tidak mumpuni. tidak bisa apa-apa selain mengabstraksi ide dari otak bebalku.

selalu aku dan dunia kecilku yang terbuang.
sendiri menyusuri setiap lorong hidup dengan beban yang kadang terasa tidak sanggup ku pikul.
namun tetap kuat menopang dengan dua kaki. satu-satunya sandaran yang kumiliki. 

1 komentar:

Posting Komentar