Aku menatap dari kaca. Seakan tanpa nyata, nampak seyogyanya.
Masih, tentang lalu lalang, tidak ada yang pedulikan. Dari sela lalu lalang,
aku ada, mengamati dengan tanya namun tertahan pada diam.
Mungkin dalam jejaring sosial, mereka akan menuliskan beragam.
Namun tidak untukku yang lebih suka membeku tenggelam pada pikirku yang
berusaha baku. Seperti yang kau tahu, otakku mengalami gangguan dengan
kebisingan. Semoga sebentar lagi bertemu dengan jawaban, dari tunggu yang hanya
aku sendirian di tengah lalu lalang.
Dan mengenai memilih teman, mungkin aku sudah punya jawaban,
memahami alasan, dan tidak lagi menyalahkan mengapa aku tak pernah hengkang
dari kebisuan. Lebih baik tidak usah menawarkan, daripada mendapat penolakan.
Ya, jujur aku sakit hati, barangkali ia begitu peka akan bahasa hati.
Lagi, mengenai superioritas. Entah, selalu ku terbayang, jika
nanti jadi orang besar, masihkah ada reremehan?
Seharusnya aku berkaca pada kisah perjalanan, bukan kemegahan.
Seorang bapak mengatuh becak mengantar anaknya sekolah, pria tua dan dorongan
serta cucunya yang masih balita, loper koran yang berusaha memberi banyak
pemahaman.
Ya, akhirnya aku menulis, meski acak-acakan dan terganggu
kebisingan. Terima kasih, Engkau yang memberiku kesempatan menulis..
Jumat, 22-02-2012. Depan ruang dosen BKK Akuntansi Gd B.
0 komentar:
Posting Komentar