Seorang
sahabat sedang dirundung duka hebat, dan menular padaku yang juga merasakan hal
serupa, namun tak benar sama. Ia lebih berat, dan jauh lebih tegar dari pada aku
yang kekanakan.
Yang
sama dari kami adalah perasaan tulus menyayangi dan besar cinta yang terberi,
pada pria yang menurut paradigma kami adalah satu-satunya lelaki.
Tidak
banyak yang dapat kusampaikan, selain penguatan dan air mata yang berlomba
dengan kerapuhan. Turut sesenggukan untuk hal yang tidak pernah kulakukan. Mungkin
karena aku merasa mulai dijauhkan dengan ia yang ingin segera menjadi suami.
Dan
ternyata, pegal tubuh, kepenatan, aktivitas yang menguras pikiran, seketika
hilang begitu menemu jumpa denganmu yang selalu dispesialkan.
Meski
kadang aku bimbang, untuk sedikit melupakan bahwa akan ada lebih sedikit temu,
ku cipta beragam kegiatan. Namun justru kegiatan itu menyedikitkan waktu
bercengkerama berdua.
Sudahlah,
jalan hidup sudah ditetapkan sedimikian indah oleh Ia Sang Pemilik Rencana. Sebagai
hamba bukan pentasnya tidak menyandar pada dada kokoh-Nya. Semoga jalan untuk
rencana kami yang segera ingin menjadi suami istri cepat terealisasi. Lagi pula,
bukankah Ia mencintai pemuda yang menyegerakan membangun rumah tangga agar
terhindar dari dosa?
My room, Rabu, 13-03-2013. 06:40
witen by @niahaji
0 komentar:
Posting Komentar