Long Distant

on Jumat, 29 Maret 2013


Seorang sahabat sedang dirundung duka hebat, dan menular padaku yang juga merasakan hal serupa, namun tak benar sama. Ia lebih berat, dan jauh lebih tegar dari pada aku yang kekanakan.
Yang sama dari kami adalah perasaan tulus menyayangi dan besar cinta yang terberi, pada pria yang menurut paradigma kami adalah satu-satunya lelaki.
Tidak banyak yang dapat kusampaikan, selain penguatan dan air mata yang berlomba dengan kerapuhan. Turut sesenggukan untuk hal yang tidak pernah kulakukan. Mungkin karena aku merasa mulai dijauhkan dengan ia yang ingin segera menjadi suami.
Dan ternyata, pegal tubuh, kepenatan, aktivitas yang menguras pikiran, seketika hilang begitu menemu jumpa denganmu yang selalu dispesialkan.
Meski kadang aku bimbang, untuk sedikit melupakan bahwa akan ada lebih sedikit temu, ku cipta beragam kegiatan. Namun justru kegiatan itu menyedikitkan waktu bercengkerama berdua.
Sudahlah, jalan hidup sudah ditetapkan sedimikian indah oleh Ia Sang Pemilik Rencana. Sebagai hamba bukan pentasnya tidak menyandar pada dada kokoh-Nya. Semoga jalan untuk rencana kami yang segera ingin menjadi suami istri cepat terealisasi. Lagi pula, bukankah Ia mencintai pemuda yang menyegerakan membangun rumah tangga agar terhindar dari dosa?
My room, Rabu, 13-03-2013. 06:40
witen by @niahaji

0 komentar:

Posting Komentar