Kamulah semangat itu. Ya, kamu, yang cintaku padamu mampu
mematahkan pisau gaib Will-nya Lyra.
Ketika taman hatiku melayu, pada titik itu apelium kita
terjadi. Dan saat bebunga mendendang lagu, kala itu tanganku menggenggam sejuta
rindu.
Aku baru saja memahami, ketika sang hujan mengucap “aku datang” pada malam. Ketika ku rasa
kita amat jauhnya, terputus ikatan, mendadak aku penuh ragu untuk melewati hari
yang masih memberi kesempatan beraktualisasi. Ingin menyudahi dan berkata “aku menyerah”. Namun apa dayaku, pada
Ia Sang Pemilik Hidup dan Mati? Mengikhlaskan sesia usia toh tidak mengubah
apa-apa.
Aku berhutang banyak padamu, baik materi maupun budi. Bahkan
jika dikalkulasi tak akan lunas pabila nyawa menjadi balas.
Lantas, bagaimana model sebaik-baik ucapan terima kasih selain
mengasihi tanpa pamrih? Bagaiman cara terbaik mengimbangi selain setia
mendampingi?
Ya, kamu. Aku berterima kasih, dan masih mengimbangi
kebaikanmu, meski ku tak tahu bagaimana.
Ya, kamu. Menyadarkan aku betapa berharga waktu, betapa
menderita jiwa-jiwa yang hampa.
Ya, kamu. Spektrum yang bersemayam tanpa lelah di lubuk
jantungku, sukses membuatnya mendegup lebih kencang, memompa darah lebih cepat.
Ya, kamu.
My room, senin 04-03-2013. 19:30
0 komentar:
Posting Komentar