perasa

on Rabu, 10 April 2013
Pernahkah kamu merasa—
Ah, sudahlah, barangkali aku yang terlalu perasa.

Namun benar, aku tak lagi dapat menahan, gelora untuk balas mengumpat, panggilan untuk tamparan—
Ah, sudahlah, aku memang terlalu perasa.

“Wah, enak sekali bisa bolos.” Kata seorang teman dari kejauhan-ia berjalan sambil menggumam. Sementara aku, ada amarah benci yang mengamuk ingin dilegakan.
Aku, yang duduk di bawah kanopi plastik berwarna hijau muda, menanti teman dekat lewat, tak lepas dari pikiran menampar pipinya di muka banyak mata.
Ya, memang akulah yang perasa.

Dan masih jadi tanya, jikalau membolos adalah hal menyenangkan, mengapa ia tidak lakukan? Toh, kita punya hak dan kesempatan yang sama, apa salahnya melakukan hal serupa?

Perkara besarnya..
Perkenalan kita berumur kemarin.
Lantas, mengapa ia berani menjudge tanpa meminta kejelasan dari bibirku?
Siapa ia? Tidakkah bisa menahan rasa karena kita sama-sama wanita?
Raba halus sensitifitas bisa menyakiti bahkan menimbulkan infeksi.

Barangkali aku perlu mengulas detail, tentang rasa yang banyak ku beri nama..
Barangkali aku harus bercerita, dengan gayaku yang pernah ia hina

My room. Rabu, 10-04-2013.
witen by @niahaji

0 komentar:

Posting Komentar