Barangkali kamu tidak akan pernah membaca tulisan ini, tapi
aku tetap ingin menuliskan karena apa dayaku melisankan. Aku tahu, kamu pasti
tidak akan mendengar. Ya, hanya aku, bukan orang hebat, untuk apa didengar, bukan?
Meski belum lama dekat, namun aku bisa menerawang sampai
sisi mana letak ketulusan dan kerja keras yang kau miliki. Bisa menilai bahwa
kau memiliki subjektivitas tinggi.
Waktu kita sama-sama 24 jam sehari
Ada manusia yang bisa mencipta puluhan karya, ada pula yang
tidak mendapat apa-apa dari total detiknya.
Dulu aku berpikir, aku luar biasa sibuk dengan rutinitas,
lebih sibuk dari manusia manapun di dunia ini. Segala puji untukmu, Allah Sang Perancang,
Engkau memberi penyadaran lebih awal meskipun telah terlambat.
Ternyata, jutaan orang hebat disana lebih memiliki beragam
rutinitas dan rasa lelah jauh melampauiku. Semenjak itu, mataku terbuka lebar
memandang dunia luar yang dipenuhi perlombaan, berkejaran dengan waktu mendapat
penghargaan, ada yang semata untuk manusia, ada yang mengharap ridha Tuhannya.
Lalu aku bernadzar, segera keluar dari zona nyaman, meski aku yakin aman namun
langkahku banyak tertinggal, dinina bobok lantunan masa kini yang melenakan.
Begitu bergabung, aku pun melebur mengikuti langkah panjang mereka dengan tertatih-tatih dan kelelahan.
Justru, tubi ketidakberdayaan itulah penguatan. Akan pertolongan-Nya aku
semakin yakin, selama aku, selama jiwaku,
tidak jauh dari Tuhan.
Penyadaran itu semakin mengintegral seiring perjalananku
yang bergabung bersama kumpulan. Mereka orang-orang hebat dan sekencang apapun
lariku, tetap tidak dapat menyamai langkah mereka yang cepat.
Perlahan, aku memudar, mulai enggan mengejar dan bertahan
dengan ketertinggalan. Namun mustahil semangat dan ketulusan mereka tidak
menular, aku kembali. Semakin jauh tertinggal di belakang, namun kali ini tidak
ada semangat yang surut, atau arang yang patah. Aku tetap melenggang, meski
tidak ada gemuruh tepuk tangan yang memenuhi ruangan, atau pandangan takjub
dari mata penonton pentas kehidupan. Ya, aku masih bukan apa-apa.
Keyakinan itu kembali menguat. Bahwa Ia tidak akan
meninggalkamu kelelahan sendiri. Jundi-Nya tidak akan alpa hadir, meski sekedar
sebagai temanmu bercerita. Cerita atas
perjalanan yang ketertinggalannya barangkali tidak terkejar.
0 komentar:
Posting Komentar