Lelah, bukan milikmu.

on Selasa, 08 Oktober 2013


Barangkali kamu tidak akan pernah membaca tulisan ini, tapi aku tetap ingin menuliskan karena apa dayaku melisankan. Aku tahu, kamu pasti tidak akan mendengar. Ya, hanya aku, bukan orang hebat, untuk apa didengar, bukan?

Meski belum lama dekat, namun aku bisa menerawang sampai sisi mana letak ketulusan dan kerja keras yang kau miliki. Bisa menilai bahwa kau memiliki subjektivitas tinggi.

Waktu kita sama-sama 24 jam sehari
Ada manusia yang bisa mencipta puluhan karya, ada pula yang tidak mendapat apa-apa dari total detiknya.
Dulu aku berpikir, aku luar biasa sibuk dengan rutinitas, lebih sibuk dari manusia manapun di dunia ini. Segala puji untukmu, Allah Sang Perancang, Engkau memberi penyadaran lebih awal meskipun telah terlambat.
Ternyata, jutaan orang hebat disana lebih memiliki beragam rutinitas dan rasa lelah jauh melampauiku. Semenjak itu, mataku terbuka lebar memandang dunia luar yang dipenuhi perlombaan, berkejaran dengan waktu mendapat penghargaan, ada yang semata untuk manusia, ada yang mengharap ridha Tuhannya. Lalu aku bernadzar, segera keluar dari zona nyaman, meski aku yakin aman namun langkahku banyak tertinggal, dinina bobok lantunan masa kini yang melenakan. Begitu bergabung, aku pun melebur mengikuti langkah panjang mereka dengan tertatih-tatih dan kelelahan. Justru, tubi ketidakberdayaan itulah penguatan. Akan pertolongan-Nya aku semakin yakin, selama aku, selama jiwaku, tidak jauh dari Tuhan.

Penyadaran itu semakin mengintegral seiring perjalananku yang bergabung bersama kumpulan. Mereka orang-orang hebat dan sekencang apapun lariku, tetap tidak dapat menyamai langkah mereka yang cepat.
Perlahan, aku memudar, mulai enggan mengejar dan bertahan dengan ketertinggalan. Namun mustahil semangat dan ketulusan mereka tidak menular, aku kembali. Semakin jauh tertinggal di belakang, namun kali ini tidak ada semangat yang surut, atau arang yang patah. Aku tetap melenggang, meski tidak ada gemuruh tepuk tangan yang memenuhi ruangan, atau pandangan takjub dari mata penonton pentas kehidupan. Ya, aku masih bukan apa-apa.

Keyakinan itu kembali menguat. Bahwa Ia tidak akan meninggalkamu kelelahan sendiri. Jundi-Nya tidak akan alpa hadir, meski sekedar sebagai temanmu bercerita. Cerita atas perjalanan yang ketertinggalannya barangkali tidak terkejar.


witen by @niahaji

0 komentar:

Posting Komentar