Untuk memperoleh kekuasaan,
segala cara dihalalkan. Hal tersebut sudah umum menjadi praktik di negara kita.
9 April 2014 di Indonesia akan
mengadakan pemilihan legislatif yang terdiri dari pemilihan DPR Pusat maupun
daerah. Tidak dipungkiri, menjelang pemilihan legislatif, rakyat Indonesia
banjir uang dari caleg2 setempat. Para caleg membagi uang sebagai tanda
simpatik mereka kepada rakyat. Contoh nyatanya di desa Ngreden, Wonosari,
Klaten. Ada 2 caleg dari desa Ngreden. Dua caleg tersebut memperebutkan hati
rakyat setempat untuk menjadi pemilihnya pada saat pemilu legislatif nanti.
Uang diberikan begitu saja, dan tidak dalam jumlah yang sedikit. Seorang caleg
bahkan memberikan 250ribu pertiga hari kepada para pemuda pendukungnya secara
cuma2 dan uang tersebut digunakan untuk pesta miras.
Pertanyaan yang selanjutnya
muncul adalah dari mana caleg tersebut memperoleh uang? Jika uang tersebut
diperoleh melalui kerja keras, banting tulang melelahkan, tidak mungkin rela
membagi2 uang begitu saja. Tindakan mereka terhadap uang layaknya ada sumur
uang yang setiap saat dapat ditimba. Tidak masuk akal. Tak ayal, ketika sudah
menduduki kursi kekuasaan, cara satu2nya untuk mengembalikan modal adalah
mengeruk uang rakyat. Namun bukan seratus persen murni salah mereka juga, toh
ketika masih menjadi calon mereka juga memberi banyak uang kepada
"rakyat". Setelah memperoleh apa yang mereka inginkan, mereka
mengambil apa sudah mereka berikan, bukan masalah to?
Lalu, masihkah kita
menggembar-gemborkan koruptor harus dihukum? Sementara kita adalah salah satu
pendukung seorang calon pemimpin menjadi koruptor. Seandainya masyarakat tidak
memilih seorang calon pemimpin dari uang yang diberikan barangkali tidak ada
praktik bagi2 uang sebelum hari pemilihan dan setelah duduk di bangku kekuasaan
berusaha mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan.
Coba lihat sebab awal terjadinya
masalah, bukan melulu akibat yang ditimbulkan. Untuk memberantas korupsi, bukan
dengan memberatkan hukuman tapi dengan mencegah timbulnya korupsi itu sendiri.
Salah satunya melalui pembiasaan diri untuk memilih pemimpin dari kualitas
bukan kuantitas uang yang diberikan.
witen by @niahaji
0 komentar:
Posting Komentar