Korupsi : awal mula kedatanganmu

on Rabu, 08 Januari 2014


Untuk memperoleh kekuasaan, segala cara dihalalkan. Hal tersebut sudah umum menjadi praktik di negara kita.

9 April 2014 di Indonesia akan mengadakan pemilihan legislatif yang terdiri dari pemilihan DPR Pusat maupun daerah. Tidak dipungkiri, menjelang pemilihan legislatif, rakyat Indonesia banjir uang dari caleg2 setempat. Para caleg membagi uang sebagai tanda simpatik mereka kepada rakyat. Contoh nyatanya di desa Ngreden, Wonosari, Klaten. Ada 2 caleg dari desa Ngreden. Dua caleg tersebut memperebutkan hati rakyat setempat untuk menjadi pemilihnya pada saat pemilu legislatif nanti. Uang diberikan begitu saja, dan tidak dalam jumlah yang sedikit. Seorang caleg bahkan memberikan 250ribu pertiga hari kepada para pemuda pendukungnya secara cuma2 dan uang tersebut digunakan untuk pesta miras.

Pertanyaan yang selanjutnya muncul adalah dari mana caleg tersebut memperoleh uang? Jika uang tersebut diperoleh melalui kerja keras, banting tulang melelahkan, tidak mungkin rela membagi2 uang begitu saja. Tindakan mereka terhadap uang layaknya ada sumur uang yang setiap saat dapat ditimba. Tidak masuk akal. Tak ayal, ketika sudah menduduki kursi kekuasaan, cara satu2nya untuk mengembalikan modal adalah mengeruk uang rakyat. Namun bukan seratus persen murni salah mereka juga, toh ketika masih menjadi calon mereka juga memberi banyak uang kepada "rakyat". Setelah memperoleh apa yang mereka inginkan, mereka mengambil apa sudah mereka berikan, bukan masalah to?

Lalu, masihkah kita menggembar-gemborkan koruptor harus dihukum? Sementara kita adalah salah satu pendukung seorang calon pemimpin menjadi koruptor. Seandainya masyarakat tidak memilih seorang calon pemimpin dari uang yang diberikan barangkali tidak ada praktik bagi2 uang sebelum hari pemilihan dan setelah duduk di bangku kekuasaan berusaha mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan.
Coba lihat sebab awal terjadinya masalah, bukan melulu akibat yang ditimbulkan. Untuk memberantas korupsi, bukan dengan memberatkan hukuman tapi dengan mencegah timbulnya korupsi itu sendiri. Salah satunya melalui pembiasaan diri untuk memilih pemimpin dari kualitas bukan kuantitas uang yang diberikan.

witen by @niahaji

0 komentar:

Posting Komentar