My end november

on Rabu, 08 Januari 2014


Hallo november Bukan tidak ada, tapi terlalu banyak dan diselimuti kemalasan tebal. Jadi sampai detik ini belum tertulis juga.

Bukan mengapa, justru ketika berhadapan dengan layar dan tombol berderet alfabet rasaku buta memakna, pikirku buntu merangkai kata. Namun november, aku tetap tidak menghargaimu sebagai bulan spesialku. Pun pada tahun dimana usiaku genap 20. Dan, melewati hari itu di tanah orang tanpa ayah anak2ku disisi.
Aku kalah, november. Tapi aku cukup bahagia dikenalkan dengan dunia orang-orang luar biasa meski aku bukan satu dari mereka. Hanya numpang nama untuk membumbung angkasa.

Berkutat dengan rutinitas, melupakan orang-orang tercinta disekitar. Keluarga, bocah-bocah, teman-teman. Egois dengan sibukku sendiri. Rindu mendengar keluh kesah adik kecilku. Atau bercengkerama sembari menikmati panorama alam dengan masku tercinta. Atau menyesap bakso yang kuahnya mengepul hangat, menertawai konyol kami bersama the beauties Atau terbahak bersama bocah-bocah kampungku.

Melalui rindu itu justru aku sadar, bahwa hidup bukan hanya egoisme meninggikan diri sementara acuh pada sekitar. Pengembangan kemampuan, karya yang dicipta, nama yang melambung, tidak berarti apa-apa tanpa tindak nyata memberi waktu kita untuk mereka, orang-orang disekitar kita. Sepeti yang kitabNya sampaikan, celaka adalah manusia yang senantiasa mematut diri tapi lalai menggandeng manusia lain berjalan beriringan. Dulu aku berpikir, alangkah bahagia mereka yang sering pergi menjelajah dunia, menimba ilmu dari pengalaman kelana. Namun justru rindu yang menyadarkan, iya trimakasih rindu, itu tidak berarti apa-apa tanpa hadir kita untuk mereka, menabur manfaat pada sesama, dari yang terdekat. Untuk kehangatan dalam sebuah keluarga, mengikuti vase pertumbuhan adikku yang meremaja, atau orang tuaku yang menua, atau masku yang makin dewasa. Untuk harmonisasi ikatan pertemanan yang kuat, mendengar mereka bercerita, tertawa bersama. Untuk mengajari anak-anak tetangga mengeja kata, merangkai mimpi menjadi cita pada usia mereka yang belia, menanamkan karakter mulia.

Karena aku guru yang peka merespon apa yang sekitar rasa. Untuk pendidikan menuju Indonesia nomor 1 dunia.
witen by @niahaji

0 komentar:

Posting Komentar