"Kamarnya
tidak pernah rapi."
"Iyakah
dia tidak merasa terganggu?"
"Ah,
biarkan. Asal dia pintar."
Iyakah hidup sekedar pintar?
Tidak menilai seperti apa ia berlaku pada sekitar. Seperti apa sikap menghadapi
problema.
Barangkali aku hanya iri. Toh,
aku dan ia sama tololnya jika dibenturkan pada nyata kehidupan. Hanya, ia jauh
lebih pandai menghitung angka, merangkai kata, menyemai kesempatan yang ada.
Dan pernyataan terakhir itu masih
ganjil. Melamunkan aku terbaring di atas ranjang, tanpa keinginan menutup mata
atau melakakukan apa-apa. Hanya ingin diam merenungkan ucapan. iyakah adanya?
Sesempit pikiran atau sekerdil hati mengakui bahwa ia selalu melenggang lebih
kencang, melesat lebih cepat, atau mengangkasa lebih tinggi.
witen by @niahaji
0 komentar:
Posting Komentar