Sebelum punya Kaisar aku tidak pernah punya pikiran untuk peduli-peduli amat terhadap syariat semacam lebay pada segala macam halal-haram, lebay pada aturan muslimah berpakaian; segala sesuatu yang sifatnya ukhrawi. Dulu dalam bayanganku aku adalah wanita berpenampilan menarik masa kini: jilbab seleher, pakaian menutup pantat, celana kain tidak ketat atau rok kekinian, dan sepatu sneaker atau heels sesuai kebutuhan. Makanan dan kosmetik? Mengikuti trend lah, ngopi-ngopi cantik atau nongkrong di kedai ayam 24 jam sampai bosan, lipstik, foundie, dan sunscreen segala merk yang cocok dengan kondisi bibir dan mukaku. Halal haram? Ah, berlebihan wong nyatanya masih boleh jualan itu kedai atau distributor make upnya, tidak usah sok-sokan pintar lah masalah halal haram. Kalaupun haram sudah pasti tidak boleh beredar produk-produknya.
Syariat? Apa itu? Masa lalu mungkin.
Serius, kalau Kaisar tidak lahir, aku tetaplah Nia Haji yang malas peduli syariat. Kenapa harus kembali pada apa yang pernah kutinggalkan karena menurutku ia mengekang? Dulu aku berjilbab lebar dan memutuskan jilbab lebar tidaklah terlalu penting kalau hati tidak lapang. Jadi aku putuskan untuk melapangkan hati lebih dulu dan meninggalkan jilban lebar. Tapi memang agama memerintahkan lebarkan jilbabmu hingga menutup dada kan. Perkara yang pakai jilbab hatinya lapang atau enggak, itu sih urusan dia. Alhamdulillah sekarang sudah bisa berpakaian sesuai syariat, daripada yang jilbabnya tidak lebar dan hatinya tidak lapang. Kasian sekali dosanya dobel-dobel.
Kenapa dulu bisa terbalik ya logikanya. Kenapa harus melapangkan hati dulu baru melebarkan jilbab padahal melebarkan jilbab adalah kewajiban yang saklek sementara melapangkan hati adalah proses yang panjang. Alhamdulillah Kaisar lahir dan aku merenung dalam-dalam: bagaimana Kaisar bisa sholih kalau aku tidak sholihat. Bingung mau memulai shalihat dari mana. Kuputuskan untuk memerbaiki pakaian terlebih dulu karena bagaimanapun mengubah penampilan tetap lebih gampang dari pada membenahi hati. Sembari melebarkan jilbab, ikut kajian, baca-baca apapun tentang agama; intinya BELAJAR. Cara dan kiat menuju shalihat yang aku sungguh buta, tidak tahu memulainya dari mana.
Makin banyak belajar dan diskusi makin banyak tahu, utamanya mengenai halal haram. Karena setiap darah yang mengalir dalam tubuh haruslah halal, sedikit tercampur barang haram saja bisa merusak semuanya. Dan dengan sendirinya tergiring, atau mungkin aku yang menujukan jalanku, ke circle wanita-wanita shalihat yang sama-sama mau belajar syariat. Dan dengan sendirinya menjauh, atau mungkin aku yang melarikan diri, dari circle-circle yang kaget dengan diriku yang berubah; yang lebay dengan pakaian, lebay dengan halal-haram.
Bahkan bisa belajar mengatur keuangan karena ternyata circle shalihat ini bukan sekedar agamanya yang bagus, tapi pintar dalam banyak bidang kehidupan, jadi aku terbawa arus untuk memelajari banyak hal salah satunya financial. Tata kelola uang yang bukan sekedar mementingkan dunia, tapi akhirat adalah utama. Bagaimana terhindar dari riba, mengeluarkan zakat, memberi infak dan sedekah. Apa gunanya gaya-gayaan tidak mau dapat uang dari riba tapi tidak paham cara menyucikan harta. Semacam belajarnya all out begitu.
Ditulisan ini aku ingin bilang bahwa sesuatu yang mulanya kita anggap kecelakaan dan salah bisa jadi memang tulisan nasib terbaik. Dulu awal tahu kalau hamil aku sedih dan nangis banget dong karena belum jelas sama sekali keuangan kami dan karirku. Gimana bisa memenuhi kebutuhan anak kalau untuk menyukupi kebutuhan kami berdua saja tidak ada uangnya. Ternyata selahir Kaisar semuanya serba cukup, bahkan cenderung lebih. Dan poin terpentingnya adalah AKU PEDULI SYARIAT. Ya, menjadi ibu ternyata menjadi titik balik seorang hamba, aku, kembali pada syariat Tuhannya. Sebuah kejutan paling tidak terduga sekaligus menyebalkan dan berdoanya selalu menuju kebaikan.
Bukan berarti belum menjadi ibu sama dengan tidak bisa auto shalihat. Belum menjadi ibu justru kamu berada dalam posisi aman karena Allah sedang memantaskanmu mendapat amanah terberat dalam hidup: tanggungan nyawa baru. Maka berbenah dan senantiasa berusaha adalah cara terbaik agar ketika amanahNya dirahimmu, kamu sudah menjadi diri yang jauh lebih baik dari masa lalumu, ibu yang shalihat. Percayalah semua datang pada waktuNya, waktu tertepat menurutNya, bukan dari sudut pandang manusia.
Dan lagi, berjilbab seleher itu bukan tidak baik, tapi tidak sesuai syariat. Kalau menurut aturan agama Islam yang tidak sesuai syariat sudah pasti tidak baik sih. Tapi kan kita hidup di dunia yang tidak sesuai syariat tidak apa-apa asal tidak menyalahi norma kesopanan yang berlaku. Jadi bagi kalian yang jilbabnya masih seleher, itu suka-suka kalian, dalam tulisan ini aku tidak bermaksud mendakwahi atau sekedar menyarankan agar berpakaian sesuai syariat. Aku lebih menyarankan untuk banyak-banyak belajar, maka kamu akan menemukan titik balikmu sendiri, diwaktu terbaik.
0 komentar:
Posting Komentar