Sudah punya balance bike sejak awal Juli tapi Kaisar masih takut naik. Mau naik pun paling cuma sebentar dan nggak mau ngulang. Sempat mau naik sepeda di jalan jadi tiap sore sepedaan. Tapi lama-lama Kaisar nggak mau lagi naik sepeda.
Bulan Agustus tidak pernah belajar sepeda yang intens gitu. Main sepeda paling di dalam rumah dan cuma sebentar karena anaknya bener-bener nggak mau belajar naik sepeda. Suatu siang nelfon uncle Alfi dan aku bilang kalau Kaisar mau kasih lihat sepeda yang kayak punya orang bule. Aku minta ke Kaisar untuk coba naik dan mendadak bisa naik sepeda sendiri, bisa dorong pakai kaki sendiri. Merasa bangga pada Kaisar karena nggak pernah diajari kok tiba-tiba bisa sendiri. Keren kan yaa.
Memang kedengaran klasik tapi menurutku benar. Aku banyak belajar justru dari Kaisar. Makanya aku merasa omongan kak @annisast itu bener banget, orang tua tidak terlalu butuh banyak teori tentang parenting. Karena pada akhirnya anak kitalah yang akan kasih tahu kita sebagai orang tuanya harus berlaku bagaimana. Selama hampir dua puluh satu bulan bersama anak, ternyata yang aku butuh banget hanya sabar menunggu dan percaya pada kemampuannya.
Seperti contoh yang aku tulis di atas, aku tidak pernah atau setidaknya effordless ngajari Kaisar naik sepeda karena Kaisar berkeras tidak mau belajar, tapi mendadak dia bisa sendiri. Bukan berarti aku tidak usaha sama sekali. Aku sering nawari untuk ajari naik sepeda, sounding kalau naik sepeda itu asik, teman-teman sudah banyak yang bisa naik sepeda apa dia nggak pengen contoh. Dia tetap menolak belajar dan aku santai sih, suka-suka dia mau belajar atau enggak. Aku cuma sabar menunggu dan percaya dia akan bisa. Nah, serius bisa. Langsung mahir malahan wong turun di turunan lumayan curam aja udah pinter, udah bisa ngebut, di jalanan pasir dan banyak batu aja nggak jatuh.
Banyak hal sih yang mendadak Kaisar bisa lakukan sendiri tanpa aku banyak ajari. Makan besar pun iya (means makan pakai piring dan sendok), aku bukan ibu yang mau rekoso bebersih bekas kotoran makan anak yang makan sendiri waktu anaknya masih belum pintar diajak omongan. Tahu sendiri kalau anak belum mahir komunikasi itu nggak bisa dikasih tahu kan. Kalau makan sendiri ya jelas kemana-mama kotornya. Jadi dulu waktu masih kecil, aku jarang ijinkan Kaisar makan sendiri apalagi makan besar. Sekarang aku kasih ijin makan sendiri dan udah pintar makan. Kecer sih tetap ya, tapi tidak kemana-mana kotornya karena sekarang sudah tahu adab makan; cuci tangan, ambil piring, sendok, dan makanan, doa, lanjut makan sambil duduk di satu tempat saja biar tidak bikin kotor kemana-mana. Bahkan dia tahu kalau selesai makan piring dicuci. Lalu cuci tangan.
Makanya kalau sekarang ada orang cerita "aku nggak papa sih anakku makan sendiri biar pun serumah kotor semua". Aku bisa enteng jawab "aku nggak bisa sih kalau rumah harus kotor. Jadi Kaisar nggak aku kasih ijin makan sendiri sampai dia paham adab makan. Buktinya dia pintar aja tuh makan sendiri, bahkan tahu adab-adabnya" lol. Karena iya, aku itu ibu yang tidak bisa lihat rumah kotor dan berantakan. Sampai dulu sempat stress berat waktu Kaisar masih kecil banget. Mau bebersih aja susah cari waktu padahal stress kalau lihat rumah nggak bersih.
Jadi bu, biarkan mereka tumbuh sesuai kemampuannya. Yang harus kamu lakukan hanya sabar dan percaya pada kemampuan anakmu. Dia akan bisa kok pada waktunya. Tidak perlu membandingkan dengan anak X atau Y. Kalau ada yang menyinyir, jangan dengarkan. Tutup telinga rapat-rapat, sabar dan percaya saja pada anakmu. Kalau bukan kamu yang percaya pada kemampuan dirinya, lalu siapa lagi?
Anw, kecuali kalau kamu menemukan kejanggalan yang keterlaluan pada anakmu ya. Jangan denial malahan kalau itu mah. Segera konsultasikan kepada ahlinya, tidak perlu banyak tanya pada mereka yang tidak punya pengalaman serupa. Apalagi tanya ke teman sekedar minta saran. Udah, jangan denial dan cepat tanggap darurat bawa ke ahlinya. Selamat bersusah jadi ibu semua. Memang susah kan ya, atau aku aja yang merasa susah lol.
0 komentar:
Posting Komentar