Kaisar dan Posyandu

on Selasa, 10 September 2019

Beberapa hari belakangan sangat tidak produktif karena entah kenapa hloooh. Malas aja, maunya tidur mulu. Sungguh hidup yang tidak faedah. Hari ini pun mau nulis apa juga bingung. Belum ada ide matang yang bisa dituangkan dalam tulisan. Padahal banyak sekali kejadian (bahkan kejadian sesimpel Kaisar menolak Posyandu).

Apa nulis tentang Kaisar menolak Posyandu aja ya. Wahaha. Seru sepertinya.

Sedari lahir aku rajin bawa Kaisar ke Posyandu. Sewaktu bayi banget, ditimbang masih oke-oke aja. Nggak yang nangis heboh, bahkan sampai umur berapa ya, udah agak gedean, ditimbang masih anteng banget nggak nangis sama sekali. Makin besar
dan mungkin tanpa bosa-basi sampai tempat Posyandu langsung ditimbang, Kaisar jadi nangisan setiap Posyandu. Bahkan kalau pagi aku sounding tentang Posyandu, di jam Posyandu dia akan minta nenen tidur aja daripada ke Posyandu. Dibangunkan pun tidak mau, maunya nenen tidur lagi.

Puncaknya empat bulan lalu, aku bawa dia ke Posyandu berbeda dari Posyandu biasanya karena dia tidur waktu ada jadwal Posyandu di tempat biasa. Sama Kader Posyandu di tempat baru dipaksa nimbang sampai Kaisar nangis kejer banget dan itu nangis paling kejernya dia. Tempat baru, tanpa kenalan langsung disuruh melakukan sesuatu yang memang sedari awal tidak mau. Aku juga bodoh banget waktu itu. Harusnya aku bilang ke Kadernya kalau Kaisar biar main dulu. Biar bisa adaptasi dulu sama timbangan dan orang-orang di Posyandu. Biarin aja harus lama di Posyandu toh Posyandunya juga nggak keburu tutup. Tapi karena aku maunya cepet selesai dan segera pulang, ya nggak kepikiran sampai akan menimbulkan traumatis luar biasa begini dengan memaksa Kaisar datang langsung nimbang.

Bulan-bulan setelahnya sampai tiga bulan berturut-turut aku tidak bawa Kaisar ke Posyandu karena setiap diajak ke Posyandu anaknya menolak keras dan malah minta nenen tidur itu tadi. Aku memang sengaja tidak paksa toh kalau dipaksa dia akan semakin trauma dan itu tidak bagus untuk psikis dia. Aku putuskan HARUS ADA TIMBANGAN BADAN DIRUMAH dan akhirnya kami beli timbangan. Sekarang bulan ke empat dan berkat negosiasi keras Kaisar mau ke tempat Posyandu. Tapi di tempat Posyandu Kaisar cuma mau main ayunan dan tetap menolak ditimbang. Padahal sudah main ayunan di tempat Posyandu cukup lama dan dia sudah lihat banyak anak ditimbang tapi tidak nangis. Aku pun bilang kenapa harus takut dan nangis sih toh tidak sakit. Sementara Kaisar tetap emoh ditimbang.

Kalau di rumah mau nimbang kenapa di Posyandu tidak mau? Apa karena bentuk timbangannya berbeda ya. Entah ah karena apa. Yang jelas sekarang kuputuskan tiap bulan tetap harus nego keras biar mau dibawa ke Posyandu meskipun di tempat Posyandu cuma main ayunan.

Mungkin useless sih, aku juga tidak punya teori tentang trauma pada anak. Tapi banyak anak yang menolak ditimbang dan tetap dipaksa nimbang. Hidup itu preferensi masing-masing jadi disini maksudku bukan nyinyir. Kalau kamu tim maksa anakmu untuk ditimbang meskipun anaknya nangis kejer ya itu kamu dan preferensimu. Kalau aku lebih baik beli timbangan sendiri daripada bikin anak tidak nyaman. Dan kita tidak pernah tahu ketidaknyamanan itu akan berdampak sampai mana. Bukan mau bikin anak selalu nyaman, toh dalam hidup selalu ada sisi tidak nyaman dan itu hal yang tidak bisa dielak. Setidaknya jangan tambah perasaan trauma dari sisi yang bisa dihindari. Banyak hal yang bisa menyebabkan trauma dan manusia tidak bisa menghindarinya. Jadi menurutku hindari saja perasaan trauma yang bisa dihindari.

Mendadak kok punya ide bilang gini ya ke Kaisar "Emang kamu nggak pengen nyoba timbangan gede di Posyandu? Toh nggak sakit juga kan ditimbang itu. Kalau nanti kamu takut kamu boleh nangis kok. Tapi coba naik ke timbangan gede aja dulu. Biar tahu rasanya seperti apa, emang horor apa enggak, dan kamu akan nangis apa enggak". Oke baiklah, menulis itu memang memunculkan ide bukan menuangkan ide yang muncul lol. Boleh dicoba deh dan lihat gimana reaksi Kaisar. Kalau dia tetap menolak Posyandu atau setidaknya mau ke tempat Posyandu tapi tidak mau nimbang di Posyandu, itu haknya dia dan tugasku sekedar meyakinkan aja kalau nimbang di Posyandu itu tidak papa dan harapannya traumanya hilang.

Useless mungkin untuk dilakukan, serius. Tapi bagiku PR berat ini menuntaskan trauma Kaisar pada Posyandu. Huhu jadi ibu memang seberat itu ya. Begini jihad, kalau tidak berat malah tidak seru untuk dilakukan, ya kan? Selamat berjihad semua ibu di dunia.

Ps: sebenarnya aku salah banget bilang ke Kaisar "kenapa harus takut dan nangis wong tidak sakit". Memang takut dan nangis harus sakit? Tidak untuk ditiru ya. Ini anaknya sedang tidur, nanti kalau bangun akan klarifikasi kalau sudut pandangku tentang takut, nangis, dan sakit itu keliru. Manusia boleh kok takut dan nangis meskipun tidak sakit. Kalau sakit tapi tidak takut dan tidak nangis juga sah saja. Semua rasa tergantung pengelolanya. Hanya, sejatinya manusia tidak berhak atas segala sesuatu dalam hidup karena memang bukan miliknya, termasuk tentang rasa. Yang bisa manusia lakukan hanya bijak mengelola titipan, termasuk tentang rasa. Apa banget sih ini penutupnya lol. Semoga faedah.

0 komentar:

Posting Komentar