Memesantrenkan Anak

on Rabu, 04 September 2019

Keluargaku, yang tiap hari berasa akhir pekan, kemarin sore berbincang tidak penting mengenai memasukkan anak ke pesantren. Adikku bilang kalau dia berencana memasukkan Sheza ke pesantren dengan alasan biar tidak repot-repot ngurus. Tetangga kompleknya ada yang punya anak tiga dan semua di pesantren. Pekerjaan ibunya cuma wara-wiri tidak jelas kemanapun suka. Dan adikku kepengen lol.
Mengenai memesantrenkan Sheza, suami adikku tidak pro karena akan tidak ketemu dan itu sad, katanya.

Jadi, kamu tim pro anak dimasukkan pesantren atau yang tidak pro? Aku jelas tim tidak pro. Hlah, bukannya di pesantren anaknya bisa tumbuh jadi anak shalih/shalihah? Yeee, emang yang bukan anak pesantren tidak bisa shalih/shalihah. Justru anak pesantren itu beberapa adalah anak buangan orang tuanya. Merasa tidak bisa ngurus anak dengan baik dan benar, maka orang tua menitipkan ke pesantren. Kok aku ngomongnya gini sih? Ya memang beberapa orang di circleku dengan jujur memverbalkan alasan mereka mamasukkan anak ke ponpes karena itu. Jadi aku berani berstatemen begini. Maka diatas aku tulis BEBERAPA karena memang tidak semua. Mayoritas nggak? Kalau itu kurang tahu sih, sila survei sendiri.

Tapi ada tetanggaku yang keempat anak lelakinya di ponpes semua dan semuanya jadi anak shalih no abal-abal. Karena memang sedari kecil anaknya sudah disounding bahwa ponpes itu tempat terbaik belajar agama. Anaknya jadi ustadz semua sekarang. Keren banget yaa. Bahkan salah satu anaknya ada yang hafidz Qur'an 30 juz. Proud of them as parents.

Ini kalau aku ya. Aku lebih percaya pada kemampuanku membesarkan anak daripada kutitipkan di ponpes meskipun kadar imanku jauh lebih rendah dibandingkan ustadz/ustadzah di ponpes. Lah bodo amat, anak jelas lebih suka tinggal dengan orang tua daripada dengan yang awalnya bukan sesiapa sekalipun kualitas orang tuanya tidak seberapa. Tapi kalau kalian imannya sudah sekelas tetanggaku yang ridha keempat anaknya ponpes semua, dan memasukkan ponpes bukan biar tidak ngurus tapi karena memang kepengen anaknya belajar agama dengan baik dan benar plus si anak pun deal dengan keputusan itu, maka ponpeskanlah. Karena memang berada di tengah-tengah lingkungan orang shalih/shalihah itu auranya beda aja sih.

Padahal Kaisar masuk SD aja masih lama kenapa aku sudah nulis tentang memasukkan anak ke ponpes ya. Gegabah wkwk. Ya karena aku pernah sekolah yang separo muridnya boarding (akunya enggak karena aku TIDAK MUNGKIN BISA JAUH DARI RUMAH-kala itu). Beberapa temanku ada yang boarding cuma setengah jalan dan berakhir mau jadi anak sekolahan biasa aja tanpa boarding. Karena memang seharusnya pulang itu ya ke rumah; rumah dimana orang tua dan saudara-saudara kita tinggal bersama; bukan ponpes. Ah, nggak gitu juga kali. Banyak yang semua anaknya ponpes tapi tetap dekat dan hangat dengan orang tua. Banyak yang tidak ponpes dan tiap hari pulang ke rumah tapi tidak pernah berkomunikasi dengan orang tua. Karena menurutku, si Ibu Kemarin Sore, kedekatan itu bukan perkara seintens apa bertemu, tetapi semampu apa meyakinkan bahwa dimanapun kamu, aku ada untukmu.

Sejauh ini yang kutakutkan bukan kalau Kaisar ponpes sih, tapi kalau Kaisar jadi anaknya Djarum lol (gegabah banget kan). Kalau Kaisar harus di Kudus dan kami tidak bisa bertemu setiap hari, karena membayangkan hal itu aku sempat berpikir untuk "kayaknya aku kepengen jadi juragan kaya raya aja deh" dengan maksud bisa ke Kudus sesukaku tanpa dikekang pekerjaan yang banyak aturan. Tapi nanti biarlah menjadi misteri. Yang perlu kulakukan sekarang adalah memerbaiki diri berjalan menuju the real shalihat karena aku masih lemah banget. Bahkan beberapa hari belakangan berasa jiwaku kurang siraman makanya hamba banget; dan berakhir suka marah-marah ngomel tidak jelas, bentak-bentak Kaisar. Oh Allah, sad.

Jadi bu, mari on the way menuju shalihah meskipun rasanya "kok tidak sampai-sampai". Mulai aja dulu yuuk. Biar tidak memasukkan anak ke ponpes karena alasan tidak mau repot ngurus lol. Hanya bercanda yaa. Kamu boleh kok memasukkan anak ke ponpes dengan alasan itu. Tapi ingat ada Allah, Zat yang pantas (wajib) kamu takuti.

0 komentar:

Posting Komentar