Menjadi Bapak (juga) Rekoso

on Rabu, 04 September 2019

Karena tuman tidak produktif nulis akhirnya kalau jari sudah berada di atas keyboard hp suka bingung mau nulis apa.

Beberapa hari atau seminggu dua minggu lalu aku pernah nulis tentang peran ibu yang rekoso itu ya. Kalau dipikir lebih dalam sebenarnya yang rekoso itu bukan hanya ibu sih, bapak pun ya rekoso. Semua akan menjadi rekoso kalau dilakoni dengan sungguh-sungguh. Kalau banyak minta tolong dan sering abai sama tanggung jawab nggak ada hal rekoso di dunia ini.

Laki-laki yang kesehariannya seputar dia, istri, teman, dan hobi, mendadak lahir anak yang harus ekstra ditanggungjawabi, wajar kalau ada jetlag. "Kok hidup sekarang gini banget ya, rekoso". WAJAR! Kalau punya anak tidak merasa lebih terbebani menurutku kok malah salah. Tidak mungkin kan, istri yang baru pemulihan paska lahiran disuruh menyiapkan sarapan. Suami doong yang bertugas siapkan makanan untuk pagi, siang, sore, sekaligus melakukan semua pekerjaan istri apapun itu tentang rumah. Kecuali ada ART atau tinggal sama orang tua beda cerita ya. Ini konteksnya tinggal sendiri dan tidak ada ART.

Tapi meskipun punya ART dan tidak melakukan pekerjaan rumah apapun, masa iya tidak bantu istri mengurus new born. Kalau anaknya rewel tengah malam ikut bangun dan bantu gendong. Kalau anaknya rewel dinikahan teman bantu ngajak main kesana kemari nyari spot yang anak suka. Masa iya semua tanggung jawab tentang anak dilimpahkan ke istri. Mentang-mentang udah nyariin nafkah gitu? Aku kok nggak setuju ya sama orang yang masih bersudut pandang begini.

Anak itu hasil usaha ibu dan bapak. Sewajarnya kalau ibu dan bapak sama-sama bertanggung jawab membesar bukan sekedar perkara siapa yang mencari uang. Tapi bagaimana anak melihat bahwa orang tuanya sama-sama berjuang menciptakan team work yang kompak dalam menjalankan perannya sebagai orang tua. Jadi kalau dalam keluarga kecilmu yang merasa rekoso setelah punya anak hanya salah satu pihak, diskusilah. "Diskusi gundulmu, pasanganku nggak bisa diajak ngomong". Aku pernah ada diposisimu dan itu tidak apa-apa. Aku pernah sangat inferior ketika teman-temanku pada pamer dimedsos kalau pasangan mereka komunikatif. Pasanganku mah mana bisa. Yang ada aku dihina karena visi misiku yang menurutnya ketinggian.

Lalu sekarang bisa? Lumayan. Kuncinya apa? Aku nangis dong ke dia, bilang kenapa tidak bisa diajak komunikasi sama sekali. Awalnya susah tapi lama-lama dia bisa diajak ngomong juga sih meskipun sepertinya tidak seperti pasangan teman-temanku yang suka pamer disosmed kalau suami mereka komunikatif. Tidak apa-apalah masa bodoh. Wahaha.

0 komentar:

Posting Komentar