Cerita Kaisar 24022020

on Selasa, 25 Februari 2020

Menanyai diri sekaligus ragu dengan sendirinya, kenapa aku segalak itu?

Sedang lelah, atau mungkin terlalu banyak beban sampai rasanya terlalu lelah. Beban yang penciptanya diriku sendiri. Semenyebalkan itu dikelilingi laki-laki yang ngurusi dirinya sendiri saja tidak becus, apalagi diminta bertanggung jawab atas anak-istri. Lalu memaksa diri untuk membesarkan anak laki-lakiku agar tumbuh menjadi sosok yang penuh integritas. Sampai rasanya kewalahan karena aku saja tidak tahu integritas itu seperti apa dan bagaimana. Jadinya lelah, SELELAH itu sampai kerjanya MARAH-MARAH melulu.

Hari ini puncak banget. Harapannya besok udah sembuh sih. Membentak Kaisar sampai separah itu. Pasti akan membekas, dia akan selalu ingat bahwa mamanya galak. Aku tidak mau dengan sendirinya dia menjauh dariku karena aku galak. Galak mungkin tidak papa ya, tapi ngamuknya yang harus ilang. Galak means tegas dalam menegakkan kesepakatan-kesepakatan. Bukan berarti membentak ketika aku merasa Kaisar melanggar kesepakatan.

Sesepele dia nyuntak mainan dan berantakan parah. Awalnya aku nggak ngamuk. Bilang pelan-pelan kalau mainan tidak boleh sengaja dibikin berantakan dan beritikad bantu dia nata mainan biar agak rapian. Tapi malah dianya makin parah, mainan yang udah ku tata dibuang-buang lagi. Aku ngamuk. Sampai dua atau tiga kali ngamuk. Bahkan sempet mau ngambrukne meja mainan dia dengan niat biar berantakan semua sekalian mainannya.

Saking horornya sampai Sheza naik kasur karena takut. Lalu aku mesem, dan justru setelah mesem itu makin menjadi ngamuknya. Aku sedih banget kalau udah bentak parah gitu. Galak bukan berarti ngamuk kan ya. Galak itu Bu Susi. Dan aku malah manut sama Bu Susi. Galak itu tegas, menaati kesepakatan, dan menegakkan pelaksanaan konsekuensi. Bukan ngamuk, sekali lagi.

Bahkan sore waktu Kaisar dan Sheza main di halaman dan aku lihat mereka dorong truk di halaman, aku langsung nada tinggi meskipun belum sampai bentak.

Apa lagi ya, hari ini banyak bentak sih. Waktu Kaisar ngantuk siang hari dan tingkahnya ngeselin. Mau nyelup roti tawar berkali-kali ke gelas susu lalu dikobok-kobok. Ya aku nada tinggi lagi, bukan sekedar nada tinggi tapi bentak sih.

Bahkan ngomongan sama orang aja aku nggak bisa santai. Sama mas bely, sama mama, and else. Ya itu doang sih, soalnya lagi males juga imbas-imbis sama orang lain. Sekedar turun mobil dan beli ayam bakar aja nggak mau karena malas bosa-basi sama bakulnya.

Kasian Kaisar kalau aku gini terus. Nggak ada yang salah sih, pun saat ini ketika rejeki sedang sempit. Semua tertakar dan tidak tertukar. Kalau dirasa ada yang salah, yang perlu diperbaiki adalah diriku sendiri. Solatku kurang khusyuk, tilawahku kurang rutin, dzikirku kurang banyak, jadi aku lemah mengendali amarah karena posisi jiwaku saja salah; IMANKU SEDANG DIBAWAH.

Wahai diri. Gegara mainan berantakan saja kamu menyakiti hati anakmu separah itu. Apa kamu berpikir dia akan lupa dan tak menatu sama sekali diingatan soal sosok ibunya yang monster? Sekalipun dia lupa, tapi kamu tidak. Dan sesalmu akan panjang kalau tidak segera ambil tindakan. Semangat sembuh.

Solat khusyuk, tilawah rutin, dzikir yang banyak, menulis, membaca, dan Allah saja, Allah lagi, Allah terus.

Padahal hari ini Kaisar pintar sekali, sebangun tidur nggak pakai drama nangis dan malah mesam-mesem lucu. Pun makan lahap dan screen time sebentaran doang. Kenapa pada anak selucu, semanut, dan sepintar dia, aku sering ngamuk?

Semangat sembuh, wahai jiwa yang lemah. Meskipun terkadang salah, yang penting jangan mau kalah.

0 komentar:

Posting Komentar