Pun,
detik tepat di malam ini, aku masih mengiang tanyamu yang menohok sanubariku.
“Mengapa kamu meninggalkannya?” Seketika,
amukanku meradang, sungguh. Namun, penuh jerih ku tahan.
“Memang kalian dari dulu akrab?” lanjutnya.
Dan sebelum tanya itu mengusikku,
pernyataanmu,, ah, pertanyaanmu menggetarkan benci yang sama antara kau dan
wanita itu dalam hatiku.
“Dulu kalian tidak dekat, bukan?” Pandangnya
mengarah sinis padaku dan karib baru. “Kamu dan dialah justru yang kemana-mana
bersama.”
Aku menatab karibku datar, dan sekedar lampu
peringatan, agar tak ada kecurigian.
“Haha, haruskah aku mengajaknya bergabung
bersama kami? Akan ada rasa tidak enak tentu. Dia punya cara hidupnya sendiri.”
Jawabku. Sedikit memaksa untuk mencairkan suasana.
Demi Tuhan, cukup siang tadi saja. Jangan ada yang lagi
bertanya. Serasa aku pengkhianat persahabatan.
Demi Tuhan, aku benci.
Mengapa angkuh terlebih dulu mengumbar caci dari pada
mendengarkan untuk mengerti?
Mengapa tuli memahami, sementara diri minta dihargai?
Mengapa menilai, tanpa acuh selami situasi?
Kamu tidak mengerti, betapa aku berusaha menyelami dunianya
dua tahun belakangan.
Kamu tidak memahami, balas lakunya terhadap tingkahku
yang sudi terus mendampingi.
Kamu tidak kenal situasi, jika mengataiku tak patuh
kompromi.
Dia dekat saat aku di atas, pergi saat aku di bawah,
tidak kenal jika ia rasa aku kampungan, menghinndar ketika aku butuh
pengajaran.
Haruskah aku tetap mengimbangi sikapnya yang tak tahu
balas budi?
Membuka diri ketika ia butuh, meratap sendiri di saat
hati butuh ditemani?
“Mengapa
kamu meninggalkannya?”
Ah, tanya itu. Sakitnya masih menganga.
Jika boleh aku balas menanya.
“Mengapa kamu tidak menanyaiku, “mengapa aku memilih pergi, ada sesuatu kah
dalam dirinya yang menyakiti sensitifitasku?””.
Ya, aku mohon, tanyakan padaku. Bagiku, dia bukan orang yang
paham bahasa rasa, yang peka jeritan jiwa.
Sudah, kamu dan dia cukup mengganggu rancu hidupku. Namun
keberadaan mereka cukup pula menenangkan kegamangan. Terima kasih kalian J
My room. Selasa, 09-04-2013. 19:17
witen by @niahaji