Tangis pilu tidak mungkin terelak
jika kita mau melihat lebih detail tentang kondisi bangsa ini. Betapa tidak,
menilik pada permasalahan yang dihadapi masyarakat saja sudah cukup menjadi
alasan yang kuat untuk geleng2 kepala; lalu lintas semrawut, di atas pembatas
jalan ibu2 menggendong anak terlihat kepayahan meminta belas kasihan, sampah
menggunung, miras melaut, porno aksi/grafi di kalangan remaja belia, narkotika
beredar seperti hantu; belum lagi permasalahan korupsi kolusi dan nepotosme
dikalangan pejabat.
Rakyat sibuk mengolok2 pemimpin
sementara mereka lupa terhadap kekacauan yang mereka timbulkan. Mau dibawa
kemana nasib negeri ini apabila perkara saling tuding terus digalakkan? Ini
negara kaya yang terus berusaha dimiskinkan, ini negeri dengan mentari yang
tiap pagi selalu menawan berseri di ufuk timur, ini negeri dengan tanah yang
tongkat ditanam saja dapat tumbuh subur. Sayang sekali dirusak oleh egoisme
yang masing2 diri semau sendiri.
Akar masalah sebenarnya
sederhana, yaitu rendahnya kualitas karakter manusia2 Indonesia. Rendahnya
karakter disebabkan oleh gagalnya pendidikan yang komprehensif memadukan antara
4 komponen kecerdasan yang harus dimiliki manusia, yaitu kecerdasan spiritual,
emosional, intelegensi, dan semangat juang. Pendidikan kita terseok dalam
sistem dan masih berusaha memperbaiki sambil menunggu hasil dalam gundah hati
yang makin tak tentu. Barangkali para penggagas lupa, bahwa kita masih punya
beribu pemuda yang peduli dan ingin beraksi, menoreh sesuatu untuk kemajuan
bangsa ini. Tàk melulu berkutat pada kurikulum, metode, model, pendekatan
bahkan hal terkecil sekalipun, media. Pemuda. Itulah jawaban bangsa.
Pemuda, untuk masyarakat desa.
Sejarah membuktikan bahwa
loyalitas masyarakat desa dalam kontribusinya merebut kemerdekaan sangatlah
tinggi. Mereka memberi apapun yang bisa diberikan meski dalam kesederhanaan
untuk pejuang yang ditempatkan pada desa mereka. Base camp menuju Indonesia
mulia barangkali dapat pula bermula dari desa2. Bagaimana caranya?
Pemuda, dengan tenaga penuh
stamina dan pikiran yang tumbuh segar2nya, dapat digolongkan ke dalam dua kubu
yang saling berlawanan satu sama lain, yaitu kubu pemuda foya2 dan gemar dunia,
kubu lainnya yaitu pemuda yang berusaha menoreh sejarah indah dalam hidupnya.
Kubu yang pertama tentu sulit diharapkan untuk ikut serta berjuang, dan kubu
yang kedua ini pun lebih banyak fokus pada peningkatan kualitas diri sendiri,
bagaimana dapat menduduki posisi penting organisasi, bagaimana memenangi suatu
kompetisi, bagaimana namanya tenar terpampang pada media masa dan hal2 lain.
Mereka lupa aksi nyata untuk melayani yaitu mulai dari lingkungan sekitar. Apa
yang dapat mereka lakukan untuk lingkungan sekitar? Sederhana, yaitu mengajar.
Cukup mengajari anak2 tetangga disekitar rumah dan dibina sedemikian rupa
sampai anak2 itu mendewasa. Pengajaran yang diberikan tidak perlu rutin tiap
hari atau dikelompok2kan dalam kelas2 karena hal ini tentu menyita bnyak waktu.
Cukup meluangkan waktu 3 kali seminggu untuk mengajari mereka belajar dari alam
dengan beberapa anak dari tingkat kelas yang berbeda. Mata pelajarannya juga
tidak dituntut untuk mengikuti mata pelajaran di sekolah atau dengan kata lain
pemuda memiliki hak dan wewenang untuk menciptakan kurikulumnya sendiri,
menciptakan metode, model, pendekatan dan media dengan kreativitas yang
dimiliki. Tidak dituntut untuk menggunakan perangkat pembelajaran sesuai sistem
yang ada. Tujuan dari program ini adalah anak2 yang memiliki keterpaduan ilmu
pengetahuan dan karakter pada dirinya tanpa dituntut dapat mengerjakan soal
tertulis disekolah dengan nilai sempurna. Bidikan program ini adalah karakter
karena ketika seseorang belajar dari alam mereka akan dapat mengambil kebajikan
yang diajarkan alam. Terlebih ketika seseorang dididik sejak kecil untuk
belajar konkrit dengan tidak memikirkan nilai sebagai tujuan akhir, mereka akan
lebih dapat menghargai apa2 yang ada disekitar. Proses ini populer disebut
sebagai learning by doing. Seseorang belajar tidak dengan membayangkan apa yang
ia baca, tapi langsung turun menyaksikan dengan mata kepala.
Tentu program ini hanya dapat
berjalan apabila pemuda kita tidak egois mementingkan diri sendiri. Berjuang
dinegeri ini, kalau hanya lewat tulisan menurut saya omong kosong dan mimpi di
siang bolong untuk dapat menciptakan perubahan. Mengajar, untuk anak2 di desa
kita, di lingkungan kita. Mari, pemuda. Ingatlah sumpah yang pendahulu kita
tanamkan. Karena kita satu, Indonesia mulia.
witen by @niahaji