senyum untuk kecewa

on Jumat, 29 Maret 2013



Seorang mahasiswa diperkenankan masuk ke dalam kelompok pengusul PKM-GT yang berbeda (lebih dari satu kelompok PKM-GT). Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa artikel PKM-GT dapat ditulis dari berbagai sumber informasi atau inspirasi. Meskipun demikian, mengingat alokasi waktu yang terbatas, harapan terjadinya penyebaran dana secara seimbang, dan terlibatnya sebanyak mungkin mahasiswa, maka seorang mahasiswa hanya dibenarkan mengirimkan sebanyak-banyaknya 2 (dua) artikel PKM-GT, satu sebagai ketua, satu sebagai anggota, atau kedua-duanya sebagai anggota kelompok.
Panduan PKM DIKTI 2012-Revisi halaman 48

Aku belum pernah menceritakan ini kepada kalian, kepadamu blog.. Malam ini, aku dan adikku mengupload PKM GT kami yang penuh pengorbanan dalam pembuatannya. Bertemu reviewer, meminta pengesahan dosen pembimbing, pengesahan kajur ataupun kaprodi, daann, pengesahan Pembantu Rektor 3 yang nginep semalam. Dan untuk PKM GT ku, plus nginep di reviewer -yang ternyata tim LSP- bermalam-malam, dari Jumat sampai Selasa.
Biayanya, untuk ngeprint, ngopi dan njilid, tidak sedikit hlo.. Dan belum tentu dapat ongkos tukar dari fakultas. Yang gimana banget adalah pengorbanannya. Bela-belain ke Kentingan di Minggu ceria untuk foto kopi dan njilid. Merepotkan masku tersayang sebagai sie antat jemput –terimakasih sayang, aku mencintaimu tanpa hati yang ternoda pamrih-, temanku foto kopi –terimakasih kesabarannya menghadapi kelelahanku- dan teman sefokopiannya –terimakasih untuk edit scannya. Ternyata nggak bisa diupload karena kesalahan teknis panduan, yang aku tidak bisa menjudge apakah DIKTI khilaf atau bagaimana. Kutipan di atas, di copy paste dari Buku Panduan PKM DIKTI 2012 Revisi. Dan malam ini beberapa detik menuju tanggal 26 Maret 2013, dimana upload PKM DITUTUP. Malangnya, aku dan adikku saking semangat dan rajinnya, membuat dua PKM GT, satu sebagai anggota, satu sebagai ketua. PKM yang kutulis, diupload lebih dulu, sebagai anggotanya adalah Rina Valia dan Vicha Ardhea Puspa Haji. Vicha Ardhea Puspa Haji memiliki PKM GT sendiri yang siap upload dan berperan sebagai ketua pelaksana. Karena PKM GT yang ketuanya adalah aku sudah diupload sehingga Vicha Ardhea Puspa Haji tidak dapat mengupload tulisannya (PKM GT karyanya). Padahal jelas sekali aturan tertera di atas. Aku menyesal dengan birokrasi, karya siap dikirim, siap saing, namun gagal karena birokrasi. Sayang sekali. Macam apa ini ya? :o
Lagi, tentang birokrasi. Tentang hukum rimba bahwa singa adalah raja yang dimenangkan. Nilai Pendidikan Kewarganegaraanku. Kuliah selalu kosong, absen full. UK yang seharusnya 4 kali, tapi hanya dilakukan dua kali. Selain itu, alhamdulillah yaah, tugas. Aku mengikuti 1 kali UK, semua tugas terkumpul tepat waktu. Satu UK yang tidak ku ikuti adalah UK pertama. Seminggu setelah UK pertama terlaksana, aku mengkonfirmasi dosen pengampu bahwa pada UK pertama aku alpa untuk hadir karena sakit dan menunjukkan surat keterangan sakit. Beliau mengatakn, akan diadakan UK susulan dan dibarengkan dengan yang remidial. Sampai akhir semester, tidak ada informasi lebih lanjut dari dosen yang bersangkutan mengenai UK 1 ku. Akhirnya, aku yang menelpon, beliau ngendika meminta soal ke kakak tingkat. Setelah aku mendapat soal, aku mengerjakan dengan kebingungan. Hehe, sudah kebiasaanku.
Sayangnya, pada hari pengumpulan tugasku ditolak karena NILAIKU SAMA SEKALI TIDAK ADA, DARI UK 1 SAMPAI UK EMPAT. Mana ada UK EMPAT, padahal UK hanya dilangsungkan DUA kali.
Akhirnya dengan hati yang kuusahakan lapang, ikhlas dan legowo menerima kenyataan, mata kuliah itu ku biarkan E.

Hukum rimba. Begitulah, mahasiswa dan dunia kampus. Hanya kampusku kah? Atau semua kampus di Indonesia? Seandainya dulu aku tidak berhenti di jalan, tetap melaju dan kerja keras meski ocehan meremehkan menggema di udara. Mungkin detik ini aku sedang di suatu ruang di luar negeri sana, di Inggrisku. Barangkali. Mendalami ilmu astronomi, yang masih jadi mimpi –menapak bulan, menatap Mars dari kedekatan.     
    

My room, Selasa, 26-03-2013. 00:13       
witen by @niahaji

my afternoon

Selamat siang, blogger J
Lama sekali tidak menulis. Bukan tidak ada, namun tidak bisa. Tidak bisa meluangkan sejenak waktu untuk berbagi inspirasi ditengah kesibukan, justru inspirasi mengalir sangat banyak bagai debu dalam dongeng.
Siang ini hujan, dulu aku selalu rindu diguyur. Namun belakangan something weird dengan hujan. Karena hujan, beberapa aktivitas terganggu. Karena hujan, memaksa orang menunda bepergian. Karena hujan, meninggalkan genangan yang siap berkecipak diinjak.
So, apa yang harus kuspesialkan? Kecuali dingin yang menusuk persendiaan. Aku selalu suka bagian yang itu, dingin. Memimpikan bermukim di puncak pegunungan Tawangmangu, menggigil setiap malam, menikmati sensasinya dengan tidur nyenyak.
Dan gerimis siang ini mengelanakan pikirku kembali pada siang terterik dan terlelah yang takkan ku lupa selamnya seumur hidupku.

Aku ingin berkisah, bukan mengumbar keluh kesah. Tentang siang itu. Wira-wiri berteman sengat mentari demi tulisan yang ku juangkan, pun mengabai banyak hal. Terlihat keleahan. Direkomendasi seorang teman untuk enyah, sejenak istirahat, melepas belenggu yang sukses menampakkan muka terburukku.
Lalu lusanya aku benar istirahat, kuliah diantar, pulang dijemput oleh siapa lagi kalau bukan lelaki yang sepenuhnya hati ini menyayangi. Sama sekali lupa urusan kuliah dan pekerjaan. Bahkan sampai saat ini, masih disenangkan dengan nyamannya pemberhentian. Waktunya untuk hengkang dan kembali bermesraan dengan kesibukkan.

Siang ini aku mendengar pembicaraan di luar kamar, antara pemuda tengah dewasa dengan anak kecil kelas dua. Bercerita tentang pengalaman yang pernah terlalu. Menasihati agar jangan diulang, mencotohkan nasib buruk karena masa lalu yang banyak disiakan. Aku tertegun. Ia benar paham apa itu kehidupan tanpa perlu mengenyam tinggi pendidikan. Sementara aku, banyak mambaca buku mengenai psikologi, beberapa kali mengikuti seminar pengembangan diri, namun tak ada perbaikan yang kulakukan. Apa-apaan ini? Ada apa denganku?
Sungguh, dewasa bukan disebabkan banyak buku yang selesai dibaca, bukan berdasar banyak seminar yang didatangi, namun lebih pada bagaimana usaha memaknai setiap kejadian dengan perpaduan rasa yang dicipta hati dengan pengamatan yang dipikir otak.

Come on Nia, pergi dari zona nyamanmu, kembali bertarung berlomba dengan lelah J

Ini tulisan yang apa banget, gimana banget, dan yang  jelas enggak banget :D
witen by @niahaji

Long Distant



Seorang sahabat sedang dirundung duka hebat, dan menular padaku yang juga merasakan hal serupa, namun tak benar sama. Ia lebih berat, dan jauh lebih tegar dari pada aku yang kekanakan.
Yang sama dari kami adalah perasaan tulus menyayangi dan besar cinta yang terberi, pada pria yang menurut paradigma kami adalah satu-satunya lelaki.
Tidak banyak yang dapat kusampaikan, selain penguatan dan air mata yang berlomba dengan kerapuhan. Turut sesenggukan untuk hal yang tidak pernah kulakukan. Mungkin karena aku merasa mulai dijauhkan dengan ia yang ingin segera menjadi suami.
Dan ternyata, pegal tubuh, kepenatan, aktivitas yang menguras pikiran, seketika hilang begitu menemu jumpa denganmu yang selalu dispesialkan.
Meski kadang aku bimbang, untuk sedikit melupakan bahwa akan ada lebih sedikit temu, ku cipta beragam kegiatan. Namun justru kegiatan itu menyedikitkan waktu bercengkerama berdua.
Sudahlah, jalan hidup sudah ditetapkan sedimikian indah oleh Ia Sang Pemilik Rencana. Sebagai hamba bukan pentasnya tidak menyandar pada dada kokoh-Nya. Semoga jalan untuk rencana kami yang segera ingin menjadi suami istri cepat terealisasi. Lagi pula, bukankah Ia mencintai pemuda yang menyegerakan membangun rumah tangga agar terhindar dari dosa?
My room, Rabu, 13-03-2013. 06:40
witen by @niahaji

Siapa?



Selamat tengah malam. Maaf menggangu tidur nyenyak anda. Saya hanya ingi memperingan muatan pikiran. Tidak perlu dibaca jika tidak suka, atau merasa bukan urusan anda, atau anda takut jika pesan ini adalah muslihat jahat.
Tanganku masih saja gemetar, sementara yang kanan kugunakan mengucek mata agar segera sadar.
Saya tidak tahu harus menceritakannya pada siapa. Hanya saja, belakangan saya sering tidak bisa tidur di tengah malam. Dan yang saya lakukan justru menangis sesenggukan menyadari ketidakberdayaan.
Aku menegakkan duduk. Melirik istri yang terkulai dalam tidur.
Apa yang harus saya lakukan, tapi anda tidak perlu repot-repot menjawab. Saya hanya ingin bercerita.
Tetiba aku iba.
Saya jatuh cinta dengan seorang pria. Dia juga mencintai  saya. Namun setelah usia kami semakin matang mendekati pernikahan, ia tak kunjung melamar. Saya tidak menakutkan kalau dia tidak lagi bersedia menikahi saya, yang jadi kekhawatiran adalah seperti apa masa depan jika saya terus melanjutkan hubungan ini. Dia bukan tipikal pekerja keras dan sholeh. Mengandalkan keberpihakkan nasibbaik tanpa merencana apa-apa. Tapi dia juga bukan pria nakal yang suka mabuk-mabukkan dan pesta perempuan. Saya sangat tidak yakin dengan kredibilitasnya. Namun rasa syukurnya yang tiada tara dan patuhnya pada orang tua membuat saya berpikir ulang jika ingin meninggalkannya. Bagaimana pun, dia pria baik dan bertanggung jawab. Dan saya sangat mencintainya, tidak pernah bosan menatap wajahnya, selalu merindukan pelukan, saya mencintai benar dengan hati. Setiap malam, doa saya adalah dijodohkan dengannya, menjadi satu-satunya istri dan mendampingi sampai mati. Dikaruniai putra-putri, dianugerahi melimpah rizki. Tapi saya ragu ia berpikir hal yang sama.
Air mataku menggenangi pelupuk. Jatuh perlahan berhamburan. Aku tahu, wanita ini tidak bercerita sepenuhnya. Namun rasa gamangnya menular padaku lewat pesan singkat. Barangkali ia begitu galau, sampai-sampai memilih nomor random untuk sekedar diajak berbincang.
Aku menoleh pada istri yang baru kunikahi satu bulan setelah berpacaran tiga tahun lamanya. Dulu, setiap malam selama tiga tahun aku selalu membayangkan menatap wajahnya yang lelap tertidur, melindungi dari mara bahaya, merangkul penuh bahagia.
Dan mengenai wanita yang pesannya sedang kubaca ulang, aku tahu siapa ia meski wanita itu tidak tahu bahwa aku tahu.
Maafkan aku, membuatmu diliputi rasa ragu, melunturkan harapmu, menakuti dirimu dengan sikap plin-planku.
Sebulan setelah pesan itu dikirim, ketika surya kelalahan menyinari dunia, kuberanikan diri datang ke rumahnya.
“Bersediakah kamu menikah denganku?”
Ia tidak berkata apa-apa, namun air matanya memberiku kepastian yang lebih berarti dari jawaban.
Dua bulan setelah pesan itu dikirim, ia hamil, dan rasa cintaku bukan terbelah dua, namun mengembang sedemikian besarnya.


My room, Rabu, 13-03-2013. 06:16
witen by @niahaji