Nyinyiran Subuh Hari

on Jumat, 30 November 2018
Aku heran sama medsos yang melulu meributkan ibu pekerja dan ibu di rumah; sama-sama bagus, nggak ada jeleknya, lallalala. Kok menurutku mereka ngomongnya ngawur gitu ya. Padahal jelas hlo, di al-qur'an tertulis kalau wanita lagi menyusui, ada baiknya untuk fokus menyusui. Biar suami yang cari duit kalau memang mampu. Kalau nggak mampu, ya nggak paap wanitanya ikut bantu cari duit. Ada keringanan untuk mereka.

Nah, ini sayang bgt. Nggak tau orang sekarang mikirnya pakai dasar apa. Mereka kerja untuk aktualisasi diri. Ya monggo yang berpikiran demikian. Aku sih, masih memercayai tentang dongeng ibu yahudi jaman SMA dulu ya. Cuman kalau dipikir lagi masuk akal juga kenapa ibu yahudi memilih membuang semua hasrat aktualisasi diri itu ketika masa menyusui anaknya. Sesuai amanat qur'an.

Belum lagi tentang me time atau quality time sama suami. Anak tinggal di rumah dijagain orang lain. Pernah terpikir nggak sih, kalau anak pasti kangen berat sama ibunya. Secara hlo, sembilam bulan sama-sama terus. Habis diia keluar dari perut, masa malah sering ditinggal. Kalau dia bisa mengungkapkan perasaannya, mngkin dia akan bilang kalau nggak mau pisah sama ibu barang sedetik pun. Sama-sama terus kayak dulu masih di perut. Herannya juga, kok orang sekarang nitipin anak enteng aja. Asal ada ASIP, selesai perkara. Tinggal JJS bentar nggak papa lah, asal waras. Wehladalah. Bolehlah me time, anak tinggal di rumah. Cuman ya nggak tiap hari juga keles. Tur ya kalau bisa diusahain yang jaga anak tetep bapaknya, bukan embahnya apalagi pengasuh. Toh, bukannya kalau anak masih new born kitanya keluar rumah buat beli sayur gitu aja udah adem ayem ya di ati. Nggak perlu ngemol berjam-jam dan anak ditinggal gitu aja.

Masalah qtime sama suami. Toh, bisa kaan pas malem waktu anak tidur. Di kamar sambil kelonin anak juga bisa kan, nggak perlu leha-leha duduk sambil jajan di kedai kopi.

Entaran kalau menurut keyakinan dan kepercayaan anak udah boleh diajak pergi, baru jalan-jalan sekeluarga. Qtime sama anak juga. Kenapa banget harus pnya waktu qtime sama suami dan ninggalin anak? Sadarlah mak, palingan nanti dia kelas 2 SD udah nggak mau jalan sama kamu, udah nggak butuh kamu blas. Nikmati masa itu. Ngomong ke diri sendiri sih, ini wkwk.

Bukannya aku nggak ada yang dititipin Kaisar ya, jadi aku cuap-cuap gini. Ada mbah tiku ada ibuku yang alus banget dalam urus bayi. Tapi sedari Kaisar kecil, aku emang nggak minat nitipin, sih. Mending ajak aja kemanapun aku pergi. Bisa nen langsung terus. Lagian kalau anak masih piyik gitu, payudara juga suka sakit kalau dalam berapa jam enggak dinenenin. Aku nggak perah sih, ya. Mngkin yang perah pada nggak ngrasain sakit karena toh jalan-jalan tetep sambil pumping, yee kaan? (Nggak masuk nalarku blas ibu-ibu model gini. Menyusui cuy, mengasihi, dan nggak sebercanda itu).

Jadi, aku nyinyirin ibu bekerja sama ibu yang suka wara wiri ninggal anak, nih? Iya, aku lagi nyinyir BANGET ini. Aku nyinyir ibu yang nekat kerja padahal suami mereka duitnya banyak dan kerjaannya bagus. Cukup banget kalau cuman mau makan tiap hari, nabung, inves, dan dana darurat. Nggak kurang pokoknya. Tapi istrinya nekat kerja karena aktualisasi.

"Hlo, entar nggak ada dokter wanita, njut piye no?" Wahai bu, nyusui berapa lama sih. Dua taon aja, kan. Golden age anak sampai umur tiga. Palingan kamu ngendon di rumah tiga taon doang. Sesusah itu? Aktualisasi diri bisa ngapain aja, kok. Planning masa depan anak, planning masa depan keluarga, ajarin anak banyak hal ke anak, nulis, dll. Ya, nggak? Atau mungkin muroja'ah hafalan qur'an yg sempat terlupakan lol.

Yakinlah, kalaau kamu pinter, kapanpun dan dimanapum akan tetep kelihatan pinter. Tetap banyak wawasan. Tetap bisa kerjain soal matematika wkwk. Iya hloh, aku serius. Analisismu juga masih tajam. Asal sering-sering aja gunain otakmu. Bukan mentang-mentang nganggur jadi nggak belajar sama sekali. Ingatlah bahwa jadi ibu itu belajar seumur hidup dan kamu harus memampukan dirimu untuk ditempa kehidupan sekeras apapun.

Tapi, kamu yang bekerja karena memang harus. Semangat yaa. Allah kasih keringanan, kok. Pakai aja keringanan itu. Kalian hebat dan Allah sayang kalian. Insya Allah anak-anak kalian adalah orang baik yang suayaaang sekali sama ibunya.

Jadi, kalian yang kerja cuma buat seneng-seneng doang, aku Bu Ainun garis keras lol. Bukkannya aku benci, cuman aku aware kalian. Apalagi kalau kalian muslim dan Allah nomor satu. Maka, kembalilah.

written by @niahaji

Dongeng Tentang Yahudi Jaman SMAku

Ustadku selalu cerita tentang orang-orang yahudi nggak peduli itu jam pelajaran atau jam kosong atau jam istirahat. Dan sesungguhnya cerita itu selalu diulang lol. Gitu-gituuu terus aja.

Beberapa hal yang membekas banget dan akhirnya aku berkeras pada diriku untuk tidak boleh kalah sama mereka (yahudi) antara lainberikut ini. Bagiku hebat aja, gitu. Makanya aku benar-benar emoh kalah dan kekeh pengen menyamai.

1. Orang-orang yahudi sangat cinta pada kitab mereka. Kemanapun mereka pergi, selalu bawa kitab. Aku ikutin banget ini. Tapi tau nggak, ternyata nggak gampang hlo. Sering ketinggalan wkwk. Sampai kuliah semester berapa ya, masih suka bawa al-qur'an kemanapun. Tapi sekarang udah enggak sih. Soalnya bawa pun nggak bisa baca, yee kan. Ada ucil tooh. Jadi qur'an sekarang di hp aja. Praktis.

2. Seklipun bukan muslim, orang-orang yahudi banyak yang menjadi penghafal qur'an. Nah, ini challenge banget buatku. Aku jadi ngapalin qur'an kek orang kesetanan. SMP tiga tahun aja nggak sanggup hafalan qur'an meskipun cumam satu juz, banyak lupanya gitu. Eh, waktu SMA ini aku berkeras deh, pokoknya harus hafalan qur'an banyak-banyak. Nggak taunya kok bisa. Alhamdulillah. Ya, walaupun sekarang lupa seh. Masya Allah 😭😭.

3. Sewaktu hamil, para wanita yahudi belajar matematika, fisika, musik, dkk yang bisa merangsang otak si janin yang dikandung. Nener deh, aku agak gila disini. Aku berkeras sama diriku jg untuk belajar ilmu-ilmu itu (kecuali musik sih ya wkwk-akunya gk suka). Sering minta pinjemin buku mat-fis di sekolah adek. Belajar nalar gitu deh pokoknya. Harapannya sesederhana, aku pengen anakku pinter kaya anak ibu-ibu yahudi itu.

4. Semua zionis pasti pemimpi. Apa yang mereka capai saat ini, dulunya suka diketawain orang; dibilang nggak waras lalala, nyinyiran tiada henti pokoknya. Tapi nyatanya semua tawa orang itu terbungkam oleh keberhasilan yg mereka capai. Toh, mimpi nggak bayar kaan, gratis, hak segala insan. Kenapa harus takut bermimpi?
Sayangnya,satu ini yg sama sekali nggak bisa aku tanamin dalam hidupku kala itu. Aku takut bermimpi lol. Aku takut gagal. Aku takut diketawain orang. Jadilah hidupku ya gini-gini aja wkwk.

Sejujurnya menurutku inilah basic pembentuk diri. MIMPI. Kalau kamu masih SMA, aku saranin kamu untuk bermimpi setinggi-tingginya. Kamu punya mimpi pengen jadi astronot, kerjanya di NASA, kuliahnya di UCL, dibiayai negara? Boleh banget!!! Pajang itu mimpi di dinding kamar. Percayalah pasti menyata. Coba aja kalau nggak percaya.

Iya, narasi di atas adalah mimpiku sewaktu kelas satu SMA. Tapi akunya cemen. Pengen jadi astronot, malah ambil jurusan IPS 😂😂😂. Ya karena nggak se-struggle itu sama mimpiku. Setakut itu nggak bisa raih. Padahal nyoba aja belum. Eh, udah mundur. Jangan ditiru yaaa. Jadi, wahai kamu, aku bicara dari lubuk hatiku yang paling tulus, menasihatimu mengenai suatu hal yang paling tidak aku percayai di masa remajaku dulu; BERMIMPILAH!

written by @niahaji

Menjadi Orang Tua (2)

on Jumat, 16 November 2018
Beberapa waktu kemarin, belum lama ini sih, aku bertemu temanku dan kami berbincang tentang interviunya menjadi dosen di sebuah Sekolah Tinggi di Ponorogo sana.

"Akutu sampai heran, kok bapake bisa tahu semua hal tentang hidupku. Bahkan bapake ki tahu tentang bapakku hlo".

"Hla emang bapakmu kenapa e?"

"Bapakku ki nggak pernah bisa menghargai usahaku gitu hlo be. Contohnya aja yang paling deket ini ya. Kemarin aku cumlaude kaan. IPKku itu 3,84. Bapakku masih aja bilang "katanya kamu pinter. Kok IPKnya nggak 4 sih". Bayangno be, piye perasaanku?"

Iya, temenku itu puinter banget. Nggak tau ya, bagiku dia ensiklopedi berjalan. Dan kreatif super. Ide-idenya keren banget gilaaak super pokoknya, nggak pakai KW. Masih aja ya bapaknya nggak mengakui.

Kalau kalian jadi bapak, jangan begini yaa. Seandainya aja, bapak temenku ini kasih pengakuan terhadap apa-apa yang udah dicapai temenku, aku yakin kok, dia kemarin diwisuda di Durham, nggak cuman kampus sebelah itu.

Ada lagi temenku. Dia nggak yang anak menonjol gitu jaman sekolah dulu. Eh, tahunya dia bawa kabar gembira dapet beasiswa ke luar negeri. Ternyata karena apa? Karena bapak ibunya mendukuuung banget segala rupa tentang mimpi anaknya. Bapak ibunya nggak malu sama cibiran orang tentang anaknya yang gak lekas kerja selesainya Strata Satu. Bapak ibunya selalu support dan menyakinkan kalau dia hebat, dia pasti bisa kejar dan raih apa yang dia mau.

Great kan. Tau kan bedanya. Ya gitu itu.

Menjadi Orang Tua

Kenapa ya, banyak banget dipikiran kepengen diungkapkan tapi kemalasan melulu mendera. Hrr kan yaaa.

Kalau lagi masak aja ide mengalir sederas sungai musim penghujan. Giliran di depan HP, eh mlempem kayak kerupuk tiga hari.

What's happen ya?

Tentang diriku yang jadi ibu dan blas nggak berdaya. Mau rajin blogging, eh males. Jualan online enggak yang laku tiap hari. Anak juga nggak tumbuh hebat kaya anak-anak selebgram yang no gadget lah, yang 10 bulan udah bisa jalan lah, yg motorik halusnya baguslah, BYE itu semua.

Apa salahku oh apa?

Sebenarnya akutu hobi nulis bahkan sebelum tahu dunia hlo. Iya, dari kecil aku main sama anak-anak desa yang kami semua sama; sama-sama nggak spesial. Ada sih, kadang banget tapi, main sama sepupuku rumahnya kota. Dan bagiku, dulu, dia itu dewi. Secara kita sama-sama kelas 1 SD, dia bisa baca apa aja tulisan reklame pinggir jalan, fasih ngomong bahasa indonesianya, matematikanya juga jago. Aku mah apa. Baru hafal abjad aja kali waktu kelas 1. Bodo banget ya.

Tapi anehnya aku hobi banget nulis diary, kadang juga sok-sokan buat puisi ala-ala gitu. Kelas berapa ya. Empat, lima, enam? Lupa. Pokoknya sebelum SMP. Sebelum tahu kalau dunia itu #keraslur.

Nah, setelah masuk SMP hidupku berubah drastis. Ternyata di dunia ini banyak dewi yaa. Bukan sepupuku seorang lol. Sekolahku islam nasional gitu jadi kelas murid cewek cowok dipisah. Jangan bilang gap gender lalala ya. Males aku nanggepinnya wahaha. Maap songong.

Nah, lagi, kenapa temen-temenku pada pinter semua. Pada nggak lupa kerjakan PR. Pada pakai tas dan sepatu yang bagus-bagus. Pada dijemput pakai mobil mewah. Bagiku serba WAW gitu aja, dulu itu.

Pernah, aku dihukum suruh minta tanda tangan ke ketua RT tempat sekolahku berlokasi. Pelajaran sejarah waktu itu. Dan aku, anak desa, nggak punya pengalaman babar blas, takuuuuut banget kala itu. Rasanya pengen kencing berdiri gitu. Akhirnya sih hukumannya diperingan dengan minta tanda tangan kepala sekolah DOANG. Yang bagiku, anak desa ini, masuk kategori horor juga.

Tapi aku berterima kasih sama guru itu. Berkat hukuman beliau kepada anak dari SD desa yang gurunya aja sering lupa kalau kasih PR, aku jadi berasa bijak gitu jadi guru. Tanya dulu, cari tahu dulu. Jangan judge apapun pada murid! Mereka berasal dari daerah yang berbeda, dari tipe orang tua yang beragam. Iya, barang kali ada sesuatu dalam diri mereka yang butuh bantuan penyelesaian. Kalau orang tua tak mampu apa-apa, siapa yang bisa diandalkan seorang anak kalau bukan gurunya? Tapi, karena tidak semua guru bisa diandalkan, maka aku bertekad untuk jadi orang tua yang mampu membesarkan Kaisarku dengan baik. Iya, soalnya akutu masih berprinsip bahwa buruknya anak itu karena buruknya orang tua membesarkan. Jadi, jangan sampai aku buruk kalau nggak mau anakku buruk. Logis to?

Ada juga guru baik hati sih. Jadi waktu itu pelajaran bahasa arab. Aku yang dari SD desa ini tahunya cuma ana. Eh, hla ini ndilalah apes banget aku dapet zonk ditebaki apa gitu ya. Lupa aku. Udah dijelasin panjang lebar sebenernya, cuman aku dulu tu bodo banget. Nggak paham-paham kalau dijelasin. Dan nggak berani nanya juga. Ya udah deh aku plonga plongo. Untung gurunya baik banget. Beliau paham, nanya aku dari SD mana. Tahu aku dari SD yang namanya aja asing bagi telinga beliau, yawis, beliau stop nggak nanya-nanya lagi dan ulang penjelasan. Tapi mon maap ya, masih, aku belum paham lol.

Iya, temen-temen SMP ku itu sungguh dewi, ciyus. Kalau bikin majalah dinding gitu kreatif banget. Nggak eman buang-buang duit buat beli ini itu asal madingnya bagus. Bagiku mah, duit mending buat naek jaya putra 😂. Dan mayoritas mereka ambil course atau kalau enggak ya mereka tahu kemampuan mereka dimana. Ada yang hobi gambar, ada yang hobi nulis, ada yang puinteeer banget karena hobinya belajar, ada yang hobi beli buku. Bisa dbilang kesemuanya itu semacam tindak reflek seperti kalau aku pergi ke sekolah naik bus, gitu. Paham nggak sih? Kalau dari pengamatanku sih emang karena mereka tinggal di kota dan orang tua mereka berada untuk memfasilitasi segala rupa.

Dan, hobi-hobi atau cita-cita mereka itu (mayoritas) menyata hloh. Heran juga aku. Kok bisa yaaa. Aku aja yang hobi nulis sedari bahula masih segini-gini aja nggak ada penambahan dalam bentuk apapun. Padahal punya blog sudah dari 2012, postingan mayan banyak, tapi tetep aja nggak terkenal lol.

Beberapa tahun kemudian setelah aku lulus SMP, baru aku tahu rahasianya. Mereka, selain terfasilitasi secara finansial, dibawa sama orang tua ke psikolog atau dokter gitu sewaktu masih kecil buat tes intelejensi. Dan lagi, orang tua mereka tahuuu banget dan pahaam ilmu parenting gimana nggedein anak dengan baik dan benar. Jadi yawis, pokoknya bye aja sama semua masa lalu yang memang aku serba ketinggalan itu.

Bagi kalian, yang tinggalnya di desa, yang pengen anaknya hebat, yang terbatas dalam segala hal, aku pesen ya. Dari pengalamanku, apapun boleh terbatas asal jangan batasi dirimu belajar dan bergaul sama siapapun. Kamu boleh nggak punya apa-apa, tapi punyalah ilmu biar ketok smart gitu. Biar nyambung kalau ngobrol sama kelas berbeda. Demi apa? Demi nggedein anak sehebat mereka yang nggak berbatasan. Demi anak-anak kita nggak tertinggal dalam segala hal.
Dan, satu terpenting. Kalau mampu, HIJRAHLAH! Ke tempat yang memampukanmu membesarkan anak-anakmu dengan baik dan benar. Punya skill, punya ilmu, punya value yang baik, dan iman yang kuat. Anak itu nggak butuh apa-apa, selain orang tua mereka. Orang tua yang mampu mendorong mereka menjadi apapun yang mereka mau; tanpa membandingkan, tanpa mencela kesalahan, dan mengimani dengan hati bahwa anaknya memang berbakat dan akan menjadi orang besar.

on Sabtu, 10 November 2018
Pernah terpikir nggak sih, kita nggak mampu mengkonsep sesuatu karena memang kita nggak punya ilmu. Mikir !!!!

Akad dan Walimatul 'Urusy-ku

Kok akhirnya aku nikah? Katanya NANTI.

Iya harusnya nanti banget. Nikah mah kataku nggak sekedar siap diumur atau siap harta atau siap jasmana rohani. Tapi siap iman jon. Kalau imanmu masih ya gitu2 aja, perbaiki dulu saranku. Pankapan bahas ya.

Jadi aku nikah itu karena adikku sudah ditembung. Bapakku nggak mau anak bungsunya kelangkahan. Tapi memang sebelum adikku ditembung, orang tuaku dan orang tua suamiku sudah berencana untuk ketemu bahas nantinya kapan kami mau nikah. Bukan tembungan hlo ya tapi.

Long story short akhirnya ya udalah aku ngalah sama kekeh pendirian bapakku. Kasihan juga adikku kalau nggak jadi nikah gara-gara aku. Jahat banget aku jadi kakak.

Aku akad satu minggu lebih awal dari adikku. Resepsinya yang bareng. Bukan resepsi sih. Walimatul 'urusy lebih tepatnya. Benar-benar seperti yang dituntunkan Rasul dalam agama kami, Islam. Undangan untuk makan, bukan undangan untuk nyumbang lol. Jadi orang tuaku murni adakan walimahan anaknya tanpa dukungan dana dari orang lain bahkan sanak saudara dekat. Sejujurnya meja kado aja nggak disediakan hlo di pernikahanku lol. Karena ya memang se-enggak mau itu disumbang. Tapi aku sama adikku tetep nekat sih, terima kado sama amplop dari teman2 kami. Kalau dari tetangga desa atau sanak saudara, tolak!

Bahkan transport untuk tetangga desa untuk ke tempat nikahan disediakan sama orang tuaku. Benar-benar nggak mau menyusahkan orang2 yang diundang, gitu. Dan tamu undangan pun nggak dipilih-pilih. Karena kapasitas gedung cuman bisa nampung 700 orang jadi nggak bisa banyak yang diundang. Tamu undangan cuman tetangga desa bahkan teman-teman usaha bapak ibuku, teman sekolah mereka, teman ngaji ibuku, nggak ada yang diundang. Sampai2 ada ibu2 teman ibuku yang datang ke rumah bawa amplop (lol) bilang gini "lah hla aku kepotangan mbak nunuk telu gek akah-akeh lekku nyaur piye".

Kecewa yang bagian kapasitas gedung ini sejujurnya. Soalnya ibuku dulu ngiranya tempat walimahan kami punyanya umat muslim dan uang sewanya buat bantu dakwah. Eh, ternyata. Ya nggak papa sih nggak terlalu jauh juga dari rumah dari pada gedung kapasitas banyak si solo utara sana.

Dan yang paling penting adalah insya Allah keluargaku tidak mengangkat diluar kemampuan. Mampunya bikin perayaan pernikahan anaknya tanpa bantuan dana dari siapapun segitu doang, ya udah segitu aja gede pestanya. Nggak diada-adakan, nggak berharap pengeluaran untuk pernikahan bisa tertutup dari sumbangan.

Ini kok bahasannya jadi menceng ke walimatul 'urusy sih. Wkwk. Nggak papa lah dakwah dikit biar agak faedah.

Jadi kenapa bapakku berkeras kudu banget mengamalkan ajaran Rasul dalam merayakan pernikahan? Karena suatu hari pernah ada yang sambat ke bapakku kalau dapat undangan resepsi buanyak. Semuanya harus nyumbang. Padahal kebutuhan lagi buanyak juga. Sedih nggak sih. Saking bapakku itu orangnya empati tingkat tinggi, jadilah perayaan nikahan anak-anaknya cukup semampu mereka saja. Sesuai ajaran Rasul. Semoga membudaya ya dalam masyarakat kita. Aamiiin.

Writen by @niahaji